Example floating
Example floating
Iklan ramadhan 2024 arkam
Opini

Belajar Keteladanan dari Rusdianto, Membela Tanpa Pamrih

1405
×

Belajar Keteladanan dari Rusdianto, Membela Tanpa Pamrih

Sebarkan artikel ini
Rusdianto Samawa, Front Nelayan Indonesia

Aku bukan juru selamat, tetapi aku orang biasa yang menjadi pemimpin karena keadaan yang luar biasa. (Nelson Mandela)

TEGAS.CO,. NASIONAL – Rusdianto nama panjangnya, dikenal Rusdianto Samawa. Biasa juga dipanggil Bung Rusdi. Bagi para sahabatnya dia akrab sapa Toes. Nama ini semacam sandi pergerakan dulunya. Bung Rusdi memiliki beberapa nama di dunia gerakan sejak mahasiswa. Kami merekamnya, semasa aktivis Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah dikenal Yanto Sagarino. Kemudian, kalau diteman – teman kiri seperti PRD dan LMND dikenal Toes atau Bung Rusdi.

Semasa masuk Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, Rusdianto baru dikenal bernama Rusdianto Samawa. Itu artinya, ia ingin perkenalkan nama wilayahnya tempat ia lahir di Sumbawa. Bung Rusdi sendiri lahir di Sumbawa, 04 Februari 1982.

Penulis sendiri mengamati, Bung Rusdi tidak ada sesuatu yang datang secara tiba-tiba. Termasuk berkumpulnya ribuan nelayan pada 17 Januari 2017 di Istana Negara. Nelayan begitu tegak berdiri membela dan lantang menyuarakan kepentingannya. Komandoi ratusan ribuan nelayan pada waktu itu. Ia terus mengajak untuk terus mengepalkan tangan untuk menonjok negara dan kekuasaan. Tidak sampai disitu, Rusdianto pun tampil di Televisi swasta nasional untuk memastikan telinga kekuasaan mendengar tuntutan dan jeritan nelayan.

Dari arah perjuangan tersebut, Rusdianto dilihat sangat gigih dan konsisten untuk membela nelayan. Walaupun didiskriminasi oleh kekuasaan, ia tetap membela kebenaran dan menegakkan keadilan. Jarang melihat pejuang yang siap berkorban seperti Rusdianto. Melampaui ego pribadi dan kepentingan untuk diri sendiri. Karena di saat berjuang bersama nelayan, Rusdianto meninggalkan anak dan istri.

Menyetir pendapat Deden Apriady, Alumni Aliansi Mahasiswa Sumbawa Indonesia (AMSI), seorang yang sangat bersahabat dengan Bung Rusdi, bahwa sosok pemuda yang dikenal karena keuletan, energik, sifatnya yang pantang menyerah dan sang pemilik pemikiran progresif

Tulisan-tulisan, cita-cita dan kerja kerasnya sangat mulia, untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir dan nelayan yang memang jarang terjamah oleh pembangunan. Apalagi moment seperti ini, mereka seringkali menjadi korban janji-janji politik. Rusdianto hadir sebagai urat nadi rakyat.

Bahkan tidak jarang yang menisbatkan dirinya untuk berbuat banyak dan selalu peduli terhadap nelayan, pembudidaya dan petani. Sejak 2002 Rusdianto telah mendirikan Front Nelayan Indonesia (FNI) secara sukarela untuk advokasi para pelancong ke NTB yang mencuri terumbu karang hidup. Sosok seperti Rusdianto ini, tidak pernah lekang oleh waktu apalagi moment, Rusdianto selalu sedia berjuang untuk nelayan dan masyarakat pesisir. Seolah-olah Rusdianto punya tenaga cadangan yang selalu tersedia untuk rakyat termarjinalkan.

Menurut Muhamad Salahuddin, mantan Ketua DPP Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah ungkapkan: “suara lantangnya, tentu saja membuat banyak mata tertuju padanya. Membuat semua pihak melirik padanya, salah satunya mau dihukum oleh pemerintah. Padahal, itu bentuk kepedulian anak bangsa demi kebaikan pemerintah itu sendiri.”

Waktu itu, jika pemerintah mau menggunakan mata kebijaksanaan, harusnya pemerintah bersyukur karena masih ada sosok Rusdianto yang mengkritisi kebijakannya atau boleh disebut peduli terhadap masyarakat pesisir sebagai mitra yang baik untuk meluruskan yang salah, sekaligus ingatkan pemerintah atau menteri, bukan yang selalu memuji apa lagi menutup mulut terhadap setiap kesalahan yang ada. Lalu tak bisa dikritik.

Rusdianto berperan melakukan koreksi mewakili komponen masyarakat pesisir untuk perbaiki setiap kebijakan yang salah arah. Begitu pula pada sisi titik balik yang dialami oleh Rusdianto. Penekanan pemerintah terlalu represif dan tidak memberi ruang yang cukup untuk beradu argumen soal konsep dan gagasan. Sala satu contoh: sikap yang ditunjukkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan melakukan kriminalisasi terhadap Rusdianto hanya soal kritik kebijakan. Sungguh miris dan tak punya akal sehat.

Sesungguhnya, Rusdianto sendiri telah memulai dedikasinya dan peduli untuk sebuah kebenaran. Rusdianto selama ini, tentunya tidak pernah bercita-cita sembunyi atas kekurangan atau kesalahan.

Membela Tanpa Pamrih

Demo yang digelar oleh nelayan di awal tahun 2017 yang lalu sudah tercapai. Tuntutan yaitu mencabut kebijakan Kelautan dan Perikanan periode 2014 – 2019 tentang pelarangan 72 cabang alat tangkap nelayan. Kebijakan tersebut dicabut oleh Mantan Menteri KKP berikutnya pada tahun 2020. Dari catatan perjuangan nelayan, hasil manis karena buah perjuangan bersama, itu juga diakui oleh Rusdianto.

Walaupun, Rusdianto telah menjadi martir, karena sasaran empuk kekuasaan dalam perjuangan tersebut. Tapi satu hal yang menarik melihat perjuangan Rusdianto sebelum dicabutnya kebijakan yang menindas tersebut.

Rusdianto mengunci perjuangan dengan meminta kebijakan pelarangan alat tangkap nelayan untuk dicabut. Rusdianto bereaksi dengan jurus andalannya yaitu dengan menulis artikel dan bergerak membangun solidaritas masyarakat pesisir untuk melawan kebijakan pelarangan tersebut.

Jadi perjuangan Rusdianto dengan nelayan dilalui dengan air mata, darah dan nanah. Walaupun terkadang kekuasaan membusuki perjuangannya, dengan mencoba mengkriminalisasikannya. Dari hasil perjuangan yang dibilang manis, Rusdianto tidak meminta balas budi. Rusdianto, tetap menjadi pejuang pembela kebenaran dan keadilan.

Ia tetap kritis dan konsisten berpihak pada kelompok-kelompok kecil yang tertindas. Ia pun sering mengingatkan kekuasaan bila keluar dari kebenaran. Dan saat ini, Rusdianto tetap aktif menjadi juru bicara nelayan dan mengawal perjuangan politik masyarakat pesisir. Melakukan advokasi ke sentra-sentra aktivitas nelayan, dan keliling wilayah pesisir di seluruh Indonesia. Demi mendengar, menyerap dan membantu kepentingan kesejahteraan nelayan. Keteladanan Rusdianto sebagai contoh pejuang sejati.

Deden Apriady, Alumni Aliansi Mahasiswa Sumbawa Indonesia (AMSI) itu bersaksi tentang perjalanan panjang Rusdianto. Deden katakan bahwa Rusdianto telah bekerja sepenuh hati dan dedikasinya sangat besar, baik melalui program demi program, riset demi riset dilakukan untuk membangun tatanan kesejahteraan dalam kehidupan masyarakat pesisir seperti nelayan, pembudidaya, petani garam, petambak dan petani rumput laut. Program – program peningkatan taraf kehidupan masyarakat nelayan yang telah dia lakukan tak dapat saya tuliskan satu persatu.

Mulai dari pendidikan – pendidikan politik dan hukum untuk menyadarkan akan hak – hak dan kewajiban masyarakat pesisir, membangun basis – basis kekuatan kelompok nelayan dari timur sampai ke barat negeri ini telah dia lakukan, menyalurkan bantuan – bantuan baik dalam bentuk materi dan non materi.

Program penyulingan-penyulingan air laut untuk di konsumsi masyarakat pesisir sudah ia lakukan. Jutaan bibit ikan air payau, air tawar, lobster, udang dengan berbagai macam jenisnya telah dibagi – bagikan untuk nelayan dan program – program lainnya yang tak dapat disebutkan. Begitu pembagian 75000 bibit mangrove sebagai bentuk tanggungjawabnya terhadap lingkungan laut untuk menghijaukan pesisir dari timur sampai barat Sumbawa.

Perjalanan perjuangannya memang tanpa pamrih. Bekal idiologi organisasi dan pendidikan yang telah dia arungi membawa dia selalu ada pada garis massa rakyat. Bak bahtera yang kokoh dengan nahkoda yang handal tak tergeming oleh ombak yang menghempas. Berjuta – juta salam salut, bangga dan penghormatan untuknya. Tetaplah kau pada garis perjuangan itu karena bhakti dan ide-ide progressif mu itu yang selalu dinanti.

Menurut Bachtiar seorang sahabatnya di Mataram yang juga alumni Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, bahwa Rusdianto merupakan kaum muda harapan rakyat. Tentu ungkapan Bachtiar seperti itu tidak kosong alasannya. Bachtiar: pada 29 Januari 2019, Rusdianto sendiri memberikan sisa bukunya berjudul: “Kepemimpinan Kaum Muda untuk Welfare State.” Ini karya perdana seorang Rusdianto tahun 2008.

Menurut Bachtiar, proses membaca percikan pemikiran Rusdianto, terpancar dalam tindakan dan sikapnya yang membela rakyat: kaum tani, pekerja dan nelayan. Rusdianto cocok menjadi perantara (penyambung) suara rakyat, karena kritiknya sungguh tajam, tak kenal takut dan selalu ikhlas.

Rusdianto, sangat cocok menjadi “Legis” (bicara) sebagai pemantik keinginan atau aspirasi rakyat yang selama ini tersumbat. Karena yang disampaikan itu sangat: lugas, bernas dan berisi berbasis pada riset sendiri maupun turun langsung ke lapangan melihat realitas rakyat.

Rusdianto dipandang penuh imajinasi bahwa ia akan mampu melakukan perubahan dalam dirinya maupun masyarakat. Rusdianto ingin seluruh sektor yang bisa dibagi kepada rakyat dan pengelolaan dibawah kendali negara, harus mencerminkan kesejahteraan yang bisa dirasakan langsung. Penulis membaca spektrum pemkiran Rusdianto sangat tinggi sifat nasionalismenya.

Sementara itu, Hatta Taliwang, aktivis senior sempat memberi testimoni atau persaksiannya secara jujur dan terbuka dalam melihat sosok Rusdianto. Menurut Hatta, ungkap bahwa Rusdianto itu lucu dan sekali-kali serius. Karena, Rusdianto itu Magister Komunikasi Politik Universitas Muhammadiyah Jakarta, sama dengan Hatta Taliwang, tetapi keahliannya soal nelayan, petani dan sosial kemanusiaan. Ini sungguh luar biasa. Komunikasi politik massa rakyat terasa, tetapi kemurnian menjadi pengamat komunikasi politik dalam membaca pola politik kepartaian di televisi maupun media kurang terasa sebagai ilmu terapan yang pernah Rusdianto pelajari.

Rusdianto telah menjadi dirinya sendiri. Soekarno juga Ir, tetapi jalan hidupnya hanya sedikit sebagai Insinyur. Rusdianto peduli nelayan bukan karena kepentingan pribadinya. Rusdianto sejak dulu tahun 2002 sudah peduli pesisir. Sebagaimana banyak kata orang. Jauh sebelum itu, Rusdianto sudah bertarung dalam isu nelayan, lingkungan, petani, buruh, pemberdayaan dan tenaga kerja. Sampai perang dengan Menteri Kelautan dan Perikanan RI, tak ayal lagi saling lapor. Menteri lapor Rusdianto ke Polisi. Kemudian Rusdianto lapor Menteri ke semua lembaga negara seperti Komnas HAM, KPK, Kejagung dan Ombudsman.

Bahkan tak kalah menarik, Rusdianto lapor Menteri KKP ke Mahkamah Konstitusi untuk ajukan Judisial Review UU Perikanan atas kebijakan pelarangan alat tangkap nelayan dan mengajukan Judisial Review ke Mahkamah Agung untuk review peraturan menteri Kelautan dan Perikanan saat itu.

Tangguhnya lagi, ketika pergerakan Rusdianto direkam dalam jejak, melaporkan Menteri KKP ke Mahkamah HAM Internasional dan mengumumkan perlawannya ke berbagai media internasional, seperti New York Times maupun media lainnya.

Rusdianto pun tak peduli mau dihukum. Tetap saja melawan. Itulah karakter keras Rusdianto untuk perjuangkan nasib rakyat, tak peduli hukum dan refresifitas politik rezim kekuasaan. Banyak masyarakat bangga dengan kecerdasan, nyali dan komitmen serta kejujuran Rusdianto. Tentu Rusdianto salah satu aset Pulau Sumbawa yang harus dijaga dan terus dukung perjuangannya.

Soal kurang-kurangnya, yuk kita koreksi bersama dan ingatkan. Rusdianto sendiri masih muda dan progresif, rakyat bangga dengan Rusdianto. Bicara dan berkarya nyata. Semoga Rusdianto tetap jujur, lurus hatinya demi membela rakyat.[]

Penulis: Zainul Abidin, Alumni Pascasarjana Ilmu Politik Universitas Indonesia (UI)

Editor: Yusrif Aryansyah

Terima kasih