TEGAS.CO.,NUSANTARA – Selama pandemi permasalahan kekerasan terhadap perempuan jumlahnya semakin meningkat. Sebagian kalangan menganggap bahwa kekerasan yang menimpa perempuan saat ini karena kekerasan yang dialami perempuan dapat terjadi ketika pandangan sosial budaya yang ada bersifat diskriminatif terhadap perempuan, sebagian kalangan menganggapnya merupakan masalah gender.
Dilansir dari laman www. Kolakatimur.diskominfo.com, dalam proses pembangunan, keseteraan gender sangatlah diperlukan. Hal ini disampaikan Asisten I SetdaKoltim, Arisman SP mewakili Bupati Koltim, ketika membuka Sosialisasi Kebijakan Pelaksanaan Pengarusutamaan Gender (PUG), termasuk Perencanaan Penganggran Responsif Gender (PPRG) Kabupaten Koltim, di Aula Kantor Bupati Koltim, Kamis (7/10).
“Kita menyadari bahwa, permasalahan yang terkait erat dengan program pembangunan perempuan selama ini adalah disebabkan belum adanya pendekatan pembangunan yang secara khusus mempertimbangkan manfaatnya secara adil terhadap perempuan dan laki-laki,” sebutnya.
Mengingat betapa pentingnya kesetaraan gender dalam pembangunan tersebut lanjutnya, maka dituntut kepedulian konkrit lebih besar dengan menempatkannya sebagai salah satu bidang program, dengan tujuan kian mempercepat terciptanya kesetaraan gender, dalam seluruh sendi kehidupan masyarakat Koltim, tidak terbatas dalam proses perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi kebijakan, program dan proyek pembangunan.
Hal ini lanjut Arisman, dilandasi fakta masih rendahnya partisipasi perempuan dalam pembangunan. Disamping masih adanya berbagai bentuk praktik diskriminasi terhadap perempuan, juga masih terdapatnya kesenjangan partisipasi politik kaum perempuan yang bersumber dari ketimpangan struktur sosio-kultural masyarakat.
Fakta lain sebutnya, juga menunjukkan masih terbatasnya akses sebagian besar perempuan terhadap layanan kesehatan yang bermutu dan memadai, pendidikan yang murah dan berkualitas, serta keterlibatan dalam kegiatan publik yang lebih luas.
Di samping itu, masih ditemukan rendahnya kualitas hidup dan peran perempuan, tingginya tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak, juga tingginya.
Ditambahkannya, perdagangan manusia di kalangan perempuan dan anak, rendahnya kesejahteraan, dan perlindungan anak, banyaknya hukum dan peraturan perundang-undangan yang bias gender, serta diskriminatif terhadap perempuan, dan belum peduli perlindungan anak.
“Semoga apa yang kita lakukan hari ini, dapat memberikan sumbangan pemikiran serta manfaat bagi kita semua khususnya di dalam meningkatkan peran serta kesetaraan gender dalam pembangunan di Kabupaten Kolaka Timur. Dengan adanya sosialisasi ini, saya harapkan kedepan pemberdayaan perempuan lebih terfokus lagi, dan tetap mengacu pada kebutuhan praktis dan strategis kaum perempuan,” tutupnya.
Telaah Akar Masalah
Kesetaraan gender dianggap mampu menyelesaikan permasalahan yang membelit kaum perempuan hingga ke akarnya. Isu ini muncul karena adanya anggapan bahwa peran dan tanggungjawab laki-laki dan perempuan di masyarakat tidak seimbang.
Laki-laki dianggap sebagai kaum nomor satu yang mempunyai hak memimpin, bekerja, dan sejumlah peran di ranah publik lainnya. Sementara kaum perempuan hanya memiliki tempat di sektor domestik sehingga rawan mendapatkan tindak kekerasan dan diskriminasi.
Terbatasnya wilayah kaum perempuan ini juga dianggap mengekang dan mematikan kreativitas perempuan sehingga tak bisa mengembangkan diri.
Nyatanya kesetaraan gender bukanlah solusi yang mampu menyelesaikan permasalahan kaum perempuan hingga tuntas. Ini justru menjadi penyebab munculnya sejumlah masalah sekaligus menambah keruwetan yang ada.
Jika kesetaraan gender mampu menyelesaikan permasalahan perempuan, tentu saat ini mereka tidak lagi menghadapi masalah yang berat. Namun kenyataannya tidak demikian.
Jika kita telusuri secara mendalam, permasalahan ini sebenarnya muncul karena tidak adanya perlindungan terhadap perempuan, baik oleh negara, masyarakat, maupun keluarga.
Hal ini muncul akibat tidak adanya pemahaman yang jelas tentang hak-hak dan kewajiban negara, masyarakat, ataupun anggota keluarga, serta tidak diterapkannya aturan-aturan yang baku di tengah-tengah masyarakat.
Pasalnya, setiap manusia mengatur dirinya sesuai dengan aturan yang dibuatnya. Hal inilah yang melanda kaum muslimin yang terjadi karena sistem sekuler kapitalisme tengah mencengkeram dunia Islam. Maka, kekerasan tidak ada kaitannya dengan masalah gender.
Kekerasan tidak hanya menimpa kaum perempuan, tetapi juga menimpa kaum laki-laki, baik di dalam ataupun di luar rumah tangga. Dengan demikian, darimana bisa kita katakan bahwa kesetaraan gender mampu menyelesaikan permasalahan dan memberikan keadilan bagi perempuan?
Walhasil, ide feminisme ini sesungguhnya muncul dari Barat. Peradaban Barat memandang perempuan lebih rendah dari laki-laki secara intelektualitas dan spiritualitas. Namun kini, ide ini “dipaksakan” agar dapat diterima, dipahami sekaligus diambil oleh umat Islam. Kesetaraan gender akan menyeret sedikit demi sedikit kaum Muslimah untuk meninggalkan kewajiban utamanya sebagaiibu dan pengatur rumah tangga, lalu akhirnya sukarela meninggalkan hukum Islam.
Semua ini jelas tidak akan membawa kebahagiaan dan keadilan pada perempuan. Sebaliknya, malah menambah kesengsaraan. Kesetaraan gender akan membawa kerusakan pada level individu, keluarga dan masyarakat yang telah mapan dengan nilai-nilai Islam.
Islam Solusi Tuntas
Telah nyata bahwa kesetaraan gender hanya akan semakin menambah masalah. Maka tidak perlu lagi kita melirik ide buatan manusia yang mengandung unsur kebebasan dan menciptakan kesengsaraan ini. Islam sebagai agama sempurna, telah mengatur hubungan dan kedudukan bagi perempuan dan laki-laki.
Saat masa keemasan Islam di Nusantara, nyaris tidak pernah terdengar praktek eksploitasi dan penindasan kaum perempuan, kecuali saat penjajah Barat mulai masuk ke negeri hingga hari ini.
Peradaban Islam tidak pernah mengalami sejarah penindasan perempuan seperti di Barat karena Islam memiliki pandangan yang khas tentang pola hubungan laki-laki dan perempuan. Islam justru memiliki seperangkat solusi yang mendasar dan menyeluruh bagi kaum perempuan juga terhadap bangunan masyarakatnya.
Allah Swt. berfirman, “Ikutilah apa yang telah diwahyukan kepadamu dari Tuhanmu; tidak ada Tuhan selain Dia; dan berpalinglah dari orang-orang musyrik” (TQS Al An’am : 106).
Laki-laki dan perempuan adalah partner untuk saling melengkapi dan mendukung satu sama lain. Dengan segala potensi mereka yang berbeda itu, mereka harus bekerja sama untuk membangun masyarakat dan peradaban. Karena, berbagai perbedaan itu jugalah Islam menghadirkan hukum-hukum yang berbeda antara keduanya.
Hukum-hukum Islam justru diarahkan untuk membawa kemaslahatan bagi perempuan. Misalnya, dengan kewajiban menutup aurat, perempuan akan terjaga dari berbagai pelecehan. Islam juga menetapkan perempuan menjadi pengatur rumah tangga, sesuai dengan karakteristik mereka.
Islam membolehkan perempuan ke ranah publik selama hal itu tidak bertentangan dengan hukum Islam dan tidak melalaikan tugas utama sebagai ibu dan pengatur rumah tangga. Sayangnya, hingga kini penguasa kita masih tunduk kepada sistem demokrasi sekuler yang jelas membawa kehancuran di tubuh umat.
Walhasil, satu-satunya harapan perempuan bahkan manusia untuk menyelesaikan kekerasan terhadap perempuan ini adalah kembali kepada Islam, aturan yang datang dari Allah Al-Khalik Al Mudabbir, Allah Sang Pencipta Yang Maha Pengatur dengan diterapkannya syariat Islam secara kaffah dalam bingkai Khilafah ’ala Minhaj an-Nubuwah, bukan dengan kesetaraan gender.
Maka, keterlibatan kaum perempuan dalam ranah publik harus terealisir melalui kewajiban dakwah untuk mencerdaskan umat. Menyadarkan mereka akan urgensitas penegakan Islam kaffah, termasuk didalamnya muhasabah atas kebijakan penguasa yang dzalim. Wallâhu a’lam.
Penulis: Risnawati, STP. (Pegiat Opini Muslimah Kolaka)
Editor: H5P
Komentar