Example floating
Example floating
Opini

Masuk Sekolah di Tengah Pandemi, Tepatkah?

×

Masuk Sekolah di Tengah Pandemi, Tepatkah?

Sebarkan artikel ini
Hana Annisa Apriliani

Sudah empat bulan negeri ini didekap pandemi. Tanda-tanda akan berakhirnya pun belum ada yang dapat memastikan. Sementara itu, fakta korban terpapar covid-19 ini terus naik kurvanya. Hingga Jumat, 5 Juni 2020 pemerintah mengumumkan bahwa jumlah kasus positif covid-19 telah mencapai 29.521 kasus, bertambah 703 kasus dari hari sebelumnya.

Namun demikian pemerintah tetap teguh menetapkan kebijakan new normal, dengan tujuan untuk pemulihan ekonomi. Rakyat diminta untuk berdamai dengan covid-19, bahkan Mahfud MD berseloroh agar menganggap Corona selayaknya istri sendiri. Adapun era new normal dimulai pada 1 Juni 2020 kemarin. Salah satu implementasinya, pemerintah mulai mengizinkan sektor-sektor ekonomi publik buka kembali. Termasuk juga adanya wacana dari pemerintah terkait akan dibukanya kembali sekolah-sekolah pada pertengahan Juli mendatang.

Iklan KPU Sultra

Arus penolakan pun muncul di tengah-tengah masyarakat. Para orangtua siswa rata-rata khawatir jika sekolah dibuka sementara pandemi masih berlangsung, maka akan membahayakan nyawa anak-anak mereka.

Tak hanya itu, Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Retno Listyarti pun meminta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dan Kementerian Agama (Kemenag) terus mengkaji langkah pembukaan sekolah pada 13 Juli 2020.

Belum juga sekolah dibuka, fakta menunjukkan bahwa anak-anak sudah banyak yang terpapar covid-19, sebagaimana dilansir oleh Kumparan.com (01-06-2020) bahwa sebanyak 127 anak berusia 0-14 tahun di Surabaya terpapar Covid-19.

Bahkan berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan terdapat sekitar 831 anak berusia 0-14 tahun yang terinfeksi Covid-19 (data 23 Mei 2020). (Okezonenews.com/27-05-2020)

Ada pun balita yang menjadi orang dalam pemantauan (ODP) mencapai 682 perempuan dan 681 laki-laki. Sementara pasien dalam pengawasan (PDP) sebanyak 159 balita perempuan, serta 210 laki-laki.

Sementara itu, kasus positif corona anak usia 6-19 tahun di Jakarta juga belum tuntas. Tercatat, sebanyak 390 anak, dengan 195 perempuan dan 195 laki-laki positif virus ini. (HaiBunda.com/31-05-2020)

Fakta-fakta tersebut semestinya semakin membuka mata kita bahwa covid-19 tak hanya mengancam para lansia dan orang-orang yang berisiko terinfeksi karena mengidap suatu penyakit. Namun juga, mengancam anak-anak sejak usia 0 tahun. Oleh karena itulah, pembukaan sekolah di masa pandemi jelas bukanlah pilihan yang tepat. Karena berpeluang akan memunculkan ledakan kasus-kasus baru, khususnya di kalangan anak-anak.

Karena kita tak dapat memastikan ketika anak-anak kembali bersekolah, sementara pandemi masih berlangsung, mereka akan disiplin menjalankan protokol kesehatan covid-19 seperti memakai masker, mencuci tangan, hingga physical distancing.

Belajarlah dari negara-negara lain, salah satunya Korea Selatan yang kembali menutup sekolah pasca dibukanya sekolah kembali di masa pandemi. Bagaimana tidak, puluhan kasus baru bermunculan pasca dibukanya sekolah-sekolah tersebut. Sama persis dengan yang terjadi di Prancis dan Finlandia, kasus-kasus baru bermunculan pasca dibukanya kembali sekolah-sekolah. Lantas maukah Indonesia mengalami nasib yang sama? Jika tidak, tentu kebijakan membuka sekolah pada Juli 2020 mendatang harus dikaji ulang, setidaknya kita harus bersabar untuk memulai New Normal yang sesungguhnya hingga nol kasus. Bukankah pemulihan ekonomi tidak lebih penting ketimbang keselamatan nyawa rakyat?

Seharusnya negara lebih memprioritaskan keselamatan rakyatnya ketimbang sekadar pemulihan ekonomi. Sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Khilafah Islamiyah di masa lalu, ketika terjadi pandemi maka negara akan menutup semua sektor yang memungkinkan terjadinya penularan. Negara betul-betul memastikan sampai tidak ada lagi wabah di tengah-tengah masyarkat.

Oleh. Hana Annisa Afriliani, S.S (Pemerhati Sosial dan Penulis Buku)

Example 120x600
error: Jangan copy kerjamu bos