Example floating
Example floating
Opini

Saksi Matahari Terbit: Hidup Harus Melangkah, Rusdianto Sangat Kontroversi Tangguh

3339
×

Saksi Matahari Terbit: Hidup Harus Melangkah, Rusdianto Sangat Kontroversi Tangguh

Sebarkan artikel ini
Saksi Matahari Terbit: Hidup Harus Melangkah, Rusdianto Sangat Kontroversi Tangguh

“Arti penting manusia bukan terletak pada apa yang dia peroleh, melainkan apa yang sangat ia rindukan untuk diraih. Ketika Anda mencapai jantung kehidupan, Anda akan menemukan kecantikan dalam segala hal, bahkan pada mata yang buta akan keindahan.” (Khalil Gibran, Penyair).

TEGAS.CO,. NASIONAL – Penulis menelusuri berbagai tumpukan kertas tulisan Rusdianto sejak sekolah dasar hingga kuliah. Penulis menemukan secarik puisi yang panjang. Menggambarkan sosok dirinya sebagai orang yang hidup di desa. Dalam tulisan tersebut, ada secercah harapan, ada keputusasaan, ada curahan perasaan penuh haru. Ada semangat ditengah rasa keterbatasan hidup. Ada spirit kerja keras dan semangat hidup ketika kehidupan sekelilingnya terasa penat.

Perasaanya campur aduk, hidup miskin bukan pilihannya. Petani bukan takdir yang harus ia lakukan setiap saat. Perasaan tersebut, tercurah dalam puisi atau kata – kata penuh makna yang ditulis dan dilukiskan oleh Rusdianto sendiri. Curahan hati debut hidupnya dalam sebuah tulisan merupakan cara Rusdianto, melampiaskan kemarahan, emosi dan senang sedih.

Berikut petikan puisi yang Rusdianto tulis pada 12 Desember 2017. Puisi ini ditulis, terungkap alasan saat dikonfirmasi pada Rusdianto sendiri. Puisi curahan hati ketika penguasa atau pemerintah menuduh Rusdianto bukan nelayan melainkan pesuruh oligarki pengusaha hitam untuk kritik pemerintah. Lalu, Rusdianto curahkan hati dan idealisme melalui puisi yang sebenarnya ditujukan kepada pemerintah.

Saksi Matahari Terbit: Hidup Harus Melangkah

Karang berdiri kokoh. Bebatuan tanpa abrasi. Matahari terbit dari timur sebagai saksi hidup atas perjalanan. Bergerak perlahan naik mencuat menyembul. Lalu sinari dunia. Dari gelap terbit terang. Dari subuh menunggu terbit. Meniti Rahmat Tuhan nan indah. Hujan rintik dan embun kitari pandangan. Membasahi harapan, asa dan rindu yang sebelumnya kering. Nikmat. Bahagia.

Aku sejenak ingat era itu. Nikmati matahari terbit dikala timba air tambak garam Labuhan Bonto. Banyak orang bilang, Aku bukan petani garam, Aku bukan nelayan, Aku bukan pedagang. Padahal lahan tambak garam leluhur Aku di Dewa Butil adalah warisan para sultan dari manggara bombang Sulawesi menyebrang ke Labu Bonto. Dewa Butil adalah tempat rempakan kaki para sultan mabggara bombang memulai hidup baru. Setelah mereka mengarungi samudera biru laut Pulau Panjang, Pulau Moyo, Teluk Saleh hingga Pulau Depi Ai Nanga Rea.

Sedangkan Tambak Bandeng Aku berada di wilayah Garegat Labu Bonto, yang merupakan wilayah Pusat kesultanan para Raja dan Sultan Safiatuddin. Tambak itu pun warisan para leluhur Mappa Manggara Bombang Jeneponto.

Persaksian matahari terbit sebujur tubuh mungil ku, umur 8 tahun, saat pikul alat bajak subuh hari masuk ladang. Basiru raboat (saling batu bajak ladang). Ini dilakukan setiap tahun. Sudah jadi budaya.

Saksi matahari hidup, saat itu adalah matahari terbit disaat semua masih lelap, kami sudah di sawah orang cinggu (borongan) panen padi. Bekerja panen padi di sawah orang hanya berharap rejeki dan berbagi karena tuntutan hidup. Tak banyak orang tau. Kadang berbulan – bulan di dalam sawah orang.

Matahari terbit setengah derajat, saksi hidup disaat tangkap ikan di Garegat. Orang tak banyak tau. Banyak orang bilang; Aku bukan nelayan, bukan petambak, bukan penjual ikan. Tapi ibuku mengajarkan sabar atas stigma. Karena mereka tidak tau bahwa kamu lahir dari asinnya garam di “Lontang Sira Bonto” pada Rabu subuh menjelang matahari terbit hanya beralaskan karpet plastik. Badan mu sudah asin.

Matahari terbit saksi hidup gali tambak berbulan – bulan dari jam 4 subuh hingga jam 8 pagi. Tak ada yang tau. Aku telah habiskan waktu seperti orang gila, jadi pembudidaya dan jadi nelayan. Tenaga seperti mesin. Bersama bapak ku. Menggali tambak ukuran 5 hektar di Garegat. Berbulan – bulan. Anda tidak tau kerasnya hidup ini.

Matahari terbit saksi hidup tanpa suara. Subuh hari sejak tahun 1987 – 1998 aku sudah bekerja pedagang bersama ibuku sebagai penjual ikan bakar. Jual ubi jalar ke Empang – Plampang. Jual terong, tomat hingga maronge. Itu Aku lakukan setiap subuh jam 3 sudah start dengan dokkar hingga sore hari. Tak banyak orang tau. Kadang aku sedih sendiri mengingat masa ini.

Matahari terbit saksi hidup. Pergantian waktu, kedua orangtua (ua emak) tetap dukung agar terus sekolah. Ketika dari subuh jualan ikan bandeng bakar dipasar Empang. Kadang bertemu orang gila bernama Saili. Tak banyak orang tau, Aku penjual ikan. Orang sekitar lingkungan rumah, tak mau tau, Aku seorang nelayan dan petani garam.

Matahari terbit saksi sebuah pertarungan nasib dan takdir hanya untuk mengejar ilmu. Tahun 1992 kadang berjalan dari rumah menuju sekolah, tak bersepatu. Hanya bersandal. Tahun 1997 tetap berjalan ke sekolah. Kalau ada dokkar, naik. Tahun 1999 tetap berjalan. Tetapi, Aku tak mudah menyerah pada keadaan.

Subuh matahari terbit saksi hidup penuh misteri, bawa dokkar. Terjadi persaingan hanya mengejar makan tepung apam dan timung (nasi bambu) Papen (nenek) Dida. Penumpang setia berongkos tepung. Dari pasar Empang subuh membawa Papen Dida jualan tepung ke Bonto. Ongkos dokkarnya hanya tepung. Hanya segelintir orang yang tau, hidup keluarga sangat prihatin.

Matahari terbit saksi hidup sebuah perjalanan yang dibully dan penghinaan, perkelahian dengan kawan. Hanya karena mereka menghina “kamu sipit, pelik dan bodoh”. Setelah sholat subuh dimasjid. Aku undang mereka. Hajar satu persatu hingga cacat masuk rumah sakit. Tak ada hukum yang baik selain baku hantam. Aku sudah lama rasakan ketimpangan hukum negeri ini. Orang miskin tak punya hukum. Hanya orang kaya bisa berhukum. Ada juga, orang menghina, dikira cacat karena mata dianggap buta. Baku hantam juga. Tak ada yang tau, kerasnya hidup ini.

Ada kalanya dinamika hidup diberikan rasa, agar semua orang tau bahwa saling harga menghargai serta toleransi itu penting. Supaya tak saling injak – injak martabat seseorang. Aku tak bisa melihat jauh dipapan tulis. Teman-teman sering menghina. Tetapi, mereka sering belajar padaku. Mereka membuat tugas, pasti datang kerumah. Aku tulis tugasnya hingga berlembar – lembar.

Matahari terbit saksi hidup, bicara ketika badan terasa panas. Panen antap (kacang hijau) kontrak satu ladang orang. Kerjakan 2 hari. Tak peduli tangan luka kena sabit. Terik panas mengipas. Kadang memanggil angin dengan bersiul. Orang tak tau, hidup begitu keras.

Dikala subuh, menjelang matahari terbit menghormati pengadilan dipanggil bersidang. Saksi melayani pejabat “berkelahi” menolak minta maaf. Menolak berdamai. Pembuktian di pengadilan. Aku menulis kritik kebijakan, tapi tanpa rasa bijak. Aku kritik mu di tv – tv, media bukanlah kebencian. Jangan kalian berhukum rakyat walaupun berkuasa. Apapun terjadi. Aku tetap melangkah.

Pertarungan itu harus jalan dinamis dan let’s Go. Pengadilan memvonis 18 bulan penjara. Naik banding, putusan tetap sama. Ajukan kasasi, Mahkamah Agung RI vonis bebas murni dengan catatan “aku berhenti menulis dan bergerak untuk nelayan.” Tetapi, aku tetap melawan, tak pandang siapapun itu. Layar sudah dilebarkan. Perahu nakhkoda perlawanan “semangat panglima Cama’ mengalir sudah jauh. Siapkan energi berjuang mendayung perahu ditengah rasa limbung. Selamat dan tercapai. Kebijakan dicabut oleh Edhy Prabowo saat jadi menteri KKP.

Matahari terbit saksi cinta alam, bahwa hidup butuh langkah, terus melangkah. Walaupun dikeliling banyak penghianat. Aku sudah alami semua. Pertarungan manapun dalam hidup ini telah ku langkahi secara kesatria.

Itulah penggalan puisi curhatan hati dan perasaan Rusdianto. Dikala berjuang melawan naifnya kekuasaan dan ditengah banyaknya penghianat. Sejalan dengan pemikiran Rusdianto. Pandangan baik dan positif dari kalangan profesional murni, yakni seorang Prof. Dr. Rokhmin Dahuri, MS. Pendapatnya tentang Rusdianto ketika wawancara banyak kolega disekitarnya, bahwa seratus porsen, rakyat support atas apapun dedikasi Rusdianto yang selama ini membela rakyat. “Anaknya baik, penulis, kritis, kritiknya pedas dan jujur dalam membela masyarakat pesisir. Semoga nanti adinda Rusdianto bisa menjadi lebih baik.” Demikian penulis dengar saat diajak bertemu bersama Rusdianto juga dikantor DPP PDIP Jalan Diponegoro.

Kemudian, seorang artis dalam group Bruga Nijang pada bulan Juli 2018 lalu, semoga selanjutnya bisa ke DPR RI gantikan tokoh – tokoh Pulau Sumbawa lainnya, karena belum pernah lihat putra Sumbawa yang berani perjuangkan keadilan hingga pengadilan kurun waktu masa – masa sekarang ini, selain Rusdianto sendiri.

Menurut Indra Joe seorang pendiri iLuska Band ini, berkata kalau Sumbawa mau berubah dan cerdas masyarakatnya, maka pilihan pemimpin secara baik dan murni adalah Rusdianto. Selain itu, Indra Joe juga memberikan rekomendasi menjadi wakil Rakyat. Bukan sekedar mau mencari gaji besar atau kecil yang tidak setimpal dengan sumbangsihnya ke daerah saat ini. Tetapi keberanian, idealisme dan perjuangannya patut diteruskan menjadi contoh.

Pengabdian besar Rusdianto dengan tetap perhatikan nasib rakyat sudah banyak terbukti. Kerugian paling besar rakyat pulau Sumbawa saat melihat Rusdianto tak berarti apa-apa. Justru ketokohan dan kekuatan spirit ada pada Rusdianto. Karena saat ini banyak calon wakil rakyat plangak plongok tidak mengerti apa-apa. Sepak terjangnya Rusdianto, sejak aktifis mahasiswa hingga sekarang melakukan berbagai aktivitas pembelaan kepada rakyat. Dirasa sangat pantas Bung Rusdianto untuk dipilih sebagai wakil Rakyat.

Rusdianto memiliki talenta yang sangat luar biasa dan etos kerja sebagai aktivis, petani dan nelayan. Bahkan, menjadi penulis yang cepat. Orator ulung. Berkali – kali pimpin aksi massa ratusan nelayan depan istana negara. Baru Rusdianto yang mampu datangkan nelayan ratusan ribu setiap bulan sejak 2017 – 2019. Rahasia Rusdianto mencurahkan masalah dan kesedihan maupun kerisauan tentang realitas ketidakadilan dengan cara menulis. Menulis setiap menit dan jam dalam hitungan sebulan, apabila dikumpulkan tulisannya bisa menjadi buku.

Kematangan leadershipnya, tentu berdasarkan pengalaman berbagai organisasi yang digelutinya, mulai dari Badan Eksekutif Mahasiswa, pengurus Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), Aliansi Mahasiswa Sumbawa Indonesia – NTB, Front Nelayan Indonesia, Asosiasi Nelayan Lobster Indonesia (ANLI), Lembaga Bantuan Hukum Nelayan Indonesia (LBHNI), Yayasan Nelayan Indonesia (YNI) hingga organisasi Paguyuban atau komunitas lokal diberbagai daerah, hingga bergelut mendirikan berbagai lembaga riset dibidang politik demokrasi seperti Global Base Review (GBR) dan Segitiga Institute (SI) maupun lembaga riset kelautan – perikanan seperti Teluk Saleh Institute (TSI) sebagai tempat berkumpulnya anak-anak muda.

Rusdianto Samawa diyakini oleh masyarakat sebagai tokoh dari timur, sangat dikagumi di Pulau Sumbawa, NTB dan Indonesia. Bukti jejak ketokohannya, sangat banyak. Kita bisa telusuri diberbagai media, TV, radio dan koran yang memuat dirinya. Rusdianto muncul sebagai Matahari Dari Timur. Sesuai dengan filsafat Taranografi yang artinya tokoh pencerahan.

Dalam tulisan Umar Hasan, Peneliti Global Base Review (GBR) tahun 2018 di koran Harian Suara NTB yang juga menulis kisah-kisah tentang Rusdianto, bahwa prinsip paling mendasar pada Rusdianto memiliki sikap egaliter, jujur, konsisten, dan terbuka. Semboyan terkenal untuknya sejak 2019 lalu adalah Terpanggil Karena Nasib Rakyat, Terpilih Karena Amanat Rakyat. Selalu dikenal responsif, terbuka dan proaktif. Mata hatinya bersih untuk kepentingan rakyat. Apabila, ia terpilih dalam jabatan apapun, selalu ia maknai karena manifestasi amanat Tuhan dan sumber kekuatan rakyat.

Selama mendirikan dan menjadi Ketua Umum Front Nelayan Indonesia, Rusdianto sangat vokal dan pergerakan organisir nelayan dan petani pada kurun waktu 2002 hingga sekarang ini, membuat pemerintah selalu marah. Sehingga pemerintah inteli dan sebarkan intrik terhadap Rusdianto. Agitasi dan propaganda gerakannya melalui media sosial, tv dan radio, serta mobilisasi nelayan dalam menyatakan pendapat dibetbagai daerah maupun depan Istana Negara Republik Indonesia di Jakarta. Membuat Rusdianto di adili. Rusdianto yang berkarakter keras dan konsisten tetap melanjutkan perjuangannya.

Rusdianto yang mengalir darah keturunan Panglima Cama’ dan Mappa ini, yang berasal dari Jeneponto dan Bugis Gowa, mewariskan karakter keras Panglima Cama’, seorang panglima komando tentara kesultanan Gowa. Tentu, melihat karakter Rusdianto sangat tidak menyukai para penghianat. Selaras dengan Panglima Cama’ pernah menghukum gantung saudara kandung sendiri, ketika mencoba bekerjasama dengan Belanda untuk menghancurkan wilayah kekuasaannya. Tepatnya, di desa Labu Bonto yang sekarang dikenal Desa Labuhan Bontong Kec. Tarano – Sumbawa.

Pengalaman lain, juga pernah menjadi wartawan Koran Pendidikan Malang, dan Pimpinan Redaksi Tabloid Fastabiqul Khaerat Mataram serta media Tabloid Kauman di Jakarta. Selama menjadi jurnalis, Rusdianto terkenal galak dalam tulisan-tulisannya. Kritik-kritik terhadap pemerintahan yang memberlakukan Parliament Threshold 20 persen.

Rusdianto yang penuh misteri memiliki talenta yang sangat luar biasa multi fungsi: aktivis, petani, nelayan, peternak kerbau dan kuda. Selain menjadi wartawan dan jurnalis, Rusdianto juga bergelut sebagai peneliti yang menghasilkan banyak gagasan dan ide untuk dikerjakan. Atas dedikasi kerja intelektualnya, sudah banyak karya – karya buku yang dihasilkannya, banyak digeogle yang bisa dicari seperti setiap saat.

Rusdianto sendiri masih muda dan progresif, rakyat bangga dengan Rusdianto. Bicara dan berkarya nyata. Rusdianto tetap jujur, lurus hatinya demi membela rakyat. Menulis cara refleksikan pemikirannya. Rusdianto sendiri melahirkan karya monumental pemikirannya dalam membaca sistem negara, kekhalifahan, pemerintahan, kebangsaan, kesatuan, persatuan, sistem politik, demokrasi hingga paham kemasyarakatan.

Beberapa percikan pemikiran yang Rusdianto tuangkan dalam berbagai karya bukunya berjudul “Poskolonial Pancasila, Indonesia Melawan Kanalisasi, Bab V Halaman 441,” yang dinamakan Teori Shaffan terdiri dari; pertama, Kesadaran Iqranisasi (Membaca dan Menulis); Kedua, Kesadaran Tauhid (Meyakini Keesaan Tuhan); Ketiga, Kesadaran Majelis (musyawarah Mufakat dan dialog) dan; Keempat, Kesadaran Harakah (Bertindak bergerak dan Menyajikan).

Menurut Rusdianto sendiri, sangat yakin bahwa ide, gagasan dan buku adalah warisan peradaban, daya jelajah menembus batas dan sekat-sekat struktur sosial Masyarakat. Sementara menurut HL. Ridwan Gani (2021) bahwa seorang Rusdianto itu, contoh pemikir generasi muda yang paling produktif. Rusdianto sebuah gambaran yang mewakili generasi emas Pulau Sumbawa dalam satu dasawarsa terakhir. Saatnya kita mendukung langkahnya maju untuk mewakili rakyat.

Atas dasar ide dan gagasan itulah, Rusdianto gagas pendirian ECRAFT Center bersama para anak muda milenial Pulau Sumbawa beberapa waktu lalu. Sudah setahun berjalan. ECRAFT Center berdiri pertama di Pulau Sumbawa. Bertujuan menghimpun dan berdayakan milenial yang tergabung dalam berbagai kegiatan ekonomi kreatif. Narasumber langsung dalam wawancara Rusdianto sendiri sebagai pendiri dan pengagas Ecraf Center yang memiliki konsep terintegrasi dalam berbagai kegiatan bisnis dan usaha.

Menurut Rusdianto “secara kelembagaan ada #KawanRusdiKawanKita yang bagian informasi, creator, metode edukasi, elaborasi ide dan pengetahuan yang dimiliki oleh banyak sumber daya manusia di Pulau Sumbawa. “ECRAFT Center miliki peran utama memberi keseimbangan antara tenaga pemuda pemudi produktif (demografi) dengan kekuatan sumber daya alam sebagai bahan baku. Hal ini di Pulau Sumbawa belum ada yang kerjakan. Memang ECRAFT Center bisa saja sebagai produksi yang utama. Konsep ini biasanya didukung dengan keberadaan industri kreatif yang menjadi pelaksana dari setiap komoditas bisnis.” Katanya

“Nah, Pulau Sumbawa memiliki kekayaan yang sangat luar biasa besar, mulai dari Kelautan dan Perikanan, UMKM, UKM, IKM, Seni budaya, digital printing, Advertising (Periklanan), Arsitektur, Pasar Barang Seni, Craft (Kerajinan), Desain, Fashion, musik, game (permainan interaksi), Video, Film, dan Fotografi, Televisi (Broadcasting), ekowisata, produk unggulan desa-desa dan sumberdaya kreatif yang dimiliki oleh PKK disetiap desa.” Tutupnya

Rusdianto selalu menarik dan bernas dalam ide maupun gagasan. ECRAFT Center bisa jadi pilihan bagi para ibu – ibu PKK untuk menyalurkan dan mendistribusikan seluruh produk makanan hasil produksinya. Apalagi sekarang, kondisi pandemi membutuhkan pergerakan ekonomi lokal yang berbasis desa sehingga putaran penghasilan dan pendapatan masyarakat bertambah.

Rusdianto terus mengayuh langkah tanpa henti secara positif. Walaupun penuh dramatis dari sisi kehidupan. Rusdianto telah membuktikan, kehebatan itu bukan berasal dari kepalsuan. Tetapi, bersumber dari keadaan ketidakadilan yang kemudian muncul pemimpin yang berani untuk meluruskan kezaliman dan ketidakadilan menuju keadilan hakiki.[]

Penulis: Zainul Abidin, Alumni Pascasarjana Ilmu Politik Universitas Indonesia (UI)

Publisher: Yusrif Aryansyah

Terima kasih