Example floating
Example floating
Opini

Pelatihan BPP Kendari Berperan Penting Turungkan Kemiskinan

781
×

Pelatihan BPP Kendari Berperan Penting Turungkan Kemiskinan

Sebarkan artikel ini
Pelatihan BPP Kendari Berperan Penting Turungkan Kemiskinan
Ummu Arsyad

Kekayaan alam semesta sesungguhnya telah mencukupi kebutuhan seluruh makhluk yang tinggal di dalamnya. Namun, kita jumpai masih saja ada kesenjangan ekonomi. Kemiskinan menjadi salah satu persoalan bangsa-bangsa di dunia. Bahkan saat dunia dilanda wabah. Kemiskinan semakin merajalela, khususnya di Sultra.

Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD) Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra), H. Abdurrahman Shaleh, SH., menyatakan pelatihan peningkatan produktivitas yang digelar oleh Balai Peningkatan Produktivitas (BPP) Kendari sangat berperan penting dalam menurunkan angka kemiskinan di Sultra.

Hal tersebut disampaikan dalam sambutannya saat menutup kegiatan pelatihan peningkatan produktivitas di BPP Kendari yang telah berlangsung sejak 14 hingga 18 Maret 2022. Ungkapnya. Mengikuti perkembangan zaman masyarakat tidak bisa diam dan harus melakukan perubahan. “Boleh kita lahir dalam kemiskinan tapi jangan kita di kubur dalam kemiskinan,” ujarnya, Jumat 18/3/2022

Akar Masalah

Seyonginya, standar penurunan kemiskinan bukan dilihat dari banyaknya kegiatan dan produktivitas masyarakat, melainkan dari terpenuhinya kebutuhan pokok masyarakat. Karena masyarakat yang dikategorikan miskin adalah masyarakat yang tidak dapat memenuhi kebutuhan pokoknya, seperti sandang, pangan, papan, kesehatan serta pendidikan. Jika kesemuanya ini tidak dapat mereka penuhi berarti ia dikategorikan sebagai rakyat miskin.

Padahal Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sulawesi Tenggara tanggal 17 Januari 2022. Dimana tingkat kemiskinan berada di angka 11,74 persen dari jumlah penduduk miskin sebanyak 323,26 ribu orang. Dan angka kemiskinan di Sultra melonjak selama pandemi. Ditambah lagi, PHK di masa pandemi yang menyebabkan suami tidak sanggup menafkahi keluarganya. Sehingga masih banyak anak-anak yang mengalami stunting.

Inilah sistem kapitalis yang materialis melihat sudut pandang produktivitas manusia menghasilkan materi dalam menurunkan kemiskinan. Pemerintah beranggapan dengan meningkatkan produktivitas manusia mampu mencegah kemiskinan. Padahal di lapangan masih banyak pengangguran yang membuka celah kriminalitas. Alhasil, banyak Bapak/Ibu yang rela mengakhiri hidup mereka karena sulitnya menanggung biaya hidup. Ditambah lagi mahalnya kebutuhan pokok yang melanda negeri saat ini.

Di lansir dari Antara Nwes, Menurut pakar ekonomi Islam dari Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Arie Mooduto menyatakan, sistem perekonomian kapitalisme yang dianut mayoritas negara di dunia salah satu penyebab banyaknya kemiskinan.

“Banyaknya orang miskin di dunia sekarang salah satu penyebabnya adalah kapitalis dan sistem konvensional,” katanya dalam seminar internasional ekonomi dan keuangan Islam di Banda Aceh, Minggu (10/Oktober/2010).

Sesungguhnya, kemiskinan yang harus dipecahkan adalah kemiskinan yang menimpa individu sehingga yang harus dilakukan adalah menjamin pemenuhan kebutuhan pokoknya serta mendorong mereka untuk memenuhi kebutuhan sekunder dan tersiernya, dan jalan untuk mencapainya adalah dengan menciptakan distribusi ekonomi yang adil di tengah-tengah masyarakat.

Islam Memandang

Berbeda dengan sistem Islam, karena Islam adalah agama yang sempurna yang mampu mengatasi permasalahan besar di dunia sekarang, seperti kemiskinan.

Dalam sistem Islam, pemerintah adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyat. Nabi SAW bersabda “Seorang Imam adalah pemelihara dan pengatur urusan (rakyat), dan ia akan diminta pertanggungjawaban terhadap rakyatnya.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Berdasarkan hadits Nabi SAW tersebut, seharusnya fungsi pemimpin adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyat. Ini berarti dalam bidang ekonomi pemerintah harus mengupayakan kesejahteraan bagi setiap rakyatnya melalui pengaturan distribusi kekayaan yang adil dengan berlandaskan pada hukum syara.

Pertama, jaminan kebutuhan primer

Hal ini tidak berarti negara membagikan secara gratis makanan, pakaian, atau rumah kepada rakyat setiap saat, hingga terbayang rakyat bisa bermalas-malasan karena kebutuhannya sudah terpenuhi.

Maksud dari jaminan tersebut diwujudkan dengan pengaturan serta mekanisme yang dapat menyelesaikan masalah kemiskinan, di antaranya:

(1) Mewajibkan laki-laki menafkahi diri dan keluarganya. Allah SWT berfirman, “kewajiban ayah memberikan makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara makruf.” (QS al-Baqarah [2]: 233).
(2) Mewajibkan kerabat dekat untuk membantunya. Jika kepala keluarganya terhalang mencari nafkah, seperti meninggal, cacat mental atau fisik, sakit-sakitan, usia lanjut, dll, kewajiban nafkah dibebankan kepada kerabat dekat yang memiliki hubungan darah.
(3) Mewajibkan negara membantu rakyat miskin. Jika seorang tidak memiliki kerabat atau memiliki kerabat tapi hidupnya pas-pasan, maka pihak yang berkewajiban memberinya nafkah adalah baitulmal (kas negara). dengan kata lain, negara berkewajiban memenuhi kebutuhannya.
(4) Mewajibkan kaum muslim membantu rakyat miskin. Jika kas negara kosong, maka kewajiban nafkah beralih ke kaum muslim secara kolektif. Allah Ta’ala berfirman, “Di dalam harta mereka, terdapat hak bagi orang miskin yang meminta-minta yang tidak mendapatkan bagian.” (QS adz-Dzariyat: 19)

Kedua, pengelolaan kepemilikan.

Ada tiga aspek kepemilikan dalam Islam yaitu, kepemilikan individu, umum, dan negara. kepemilikan individu memungkinkan siapa pun mencari harta untuk memenuhi kebutuhannya dengan cara yang dibolehkan Islam. Adapun kepemilikan umum dikelola negara dan hasilnya dikembalikan kepada rakyat, yaitu bisa berupa harga murah bahkan gratis.

Harta milik umum ini berupa barang, tambang, minyak, sungai, danau, hutan, jalan umum, listrik, dll. Harta ini wajib dikelola negara dan tidak boleh diswastanisasi dan diprivatisasi sebagaimana praktik dalam kapitalisme.

Ketiga, distribusi kekayaan yang merata.

Negara berkewajiban secara langsung melakukan pendistribusian harta kepada individu rakyat yang membutuhkan. Misalnya, negara memberikan sebidang tanah kepada seseorang yang mampu untuk mengelolanya.

Bahkan, setiap individu berhak menghidupkan tanah mati, dengan menggarapnya; yang dengan cara itu dia berhak mengambil tanah pertanian yang ditelantarkan pemiliknya selama tiga tahun berturut-turut.

Semua itu menggambarkan bagaimana syariat Islam menciptakan distribusi kekayaan, sekaligus menciptakan produktivitas sumber daya alam dan sumber daya manusia, yang dengan sendirinya dapat mengatasi masalah kemiskinan.

Keempat, penyediaan lapangan kerja.

Negara wajib menyediakan lapangan kerja yang menyerap banyak tenaga kerja terutama untuk lak-laki. Karena merekalah para pencari nafkah bagi keluarganya. Negara membolehkan perempuan berperan dalam ranah publik, seperti dokter, perawat, guru, dll. Namun, tugas perempuan sebagai Ibu dan pengurus rumah suaminya tetap menjadi kewajiban utama yang harus ditunaikan dengan sempurna.

Kelima, penyediaan layanan pendidikan dan kesehatan.

Masalah kemiskinan biasanya juga disebabkan tingkat pendidikan rendah yang berpengaruh pada kualitas SDM. Disinilah negara khilafah akan menyelenggarakan pendidikan gratis kepada rakyat. Demikian pula dengan layanan masyarakat kesehatan diberikan secara cuma-cuma. Sebab, pendidikan dan kesehatan adalah kebutuhan primer yang wajib dipenuhi negara.

Alhasil, solusi yang ditawarkan Islam dalam mengatasi kemiskinan, sebagaimana yang telah diuraikan di atas, bukanlah sesuatu yang menarik sebatas dalam tataran konsep semata. Solusi tersebut benar-benar dapat berjalan dan direalisasikan. Yaitu ketika kaum muslim hidup di bawah naungan negara Khilafah yang menerapkan Islam secara kaffah. wallahu a’lam bishsawab.

Oleh: Ummu Arsyad (relawan opini konsel)

Publisher: tegas.co

 

Terima kasih