Example floating
Example floating
Iklan ramadhan 2024 arkam
HukumOpiniTegas.co Nusantara

Omnibus Law Sah: Islam Solusi Atasi Perburuhan

1258
×

Omnibus Law Sah: Islam Solusi Atasi Perburuhan

Sebarkan artikel ini
Hamsina Halisi Alfatih

TEGAS.CO., NUSANTARA – Disahkannya RUU Cipta Kerja atau yang lebih dikenal dengan Omnibus Law telah memicu kemarahan berbagai serikat buruh hingga mahasiswa di seluruh Nusantara. Tak sedikit masyarakat yang membagikan kekecewaannya terkait kesepakatan disahkannya RUU tersebut menjadi Undang-Undang (UU) dalam Rapat Paripurna DPR di Senayan, Jakarta, Senin, 5 Oktober 2020. (Pikiranrakyat, 07/10/20)

Kamis, 08 Oktober 2020 menjadi aksi besar-besaran mewarnai hampir seluruh pelosok nusantara oleh berbagai aliansi mulai dari serikat buruh, mahasiswa maupun pelajar. Tak sedikit pula, para peserta aksi demonstrasi mendapatkan tindak perlawanan dari aparat hingga berjatuhan korban. Puncak kemarahan masyarakat atas pengesahan RUU Ciptaker pun tidak ditanggapi oleh para petinggi di negeri ini. Akibatnya, tuntutan keadilan berakhir anarkis hingga adanya perusakan fasilitas umum.

Meskipun RRU Cipta Kerja ini mendapatkan penolakan dari berbagai elemen masyarakat, namun pemegang kursi kekuasaan di negeri ini lebih mementingkan kepentingan oligarki dari pada rakyat. Wajar jika kemarahan rakyat memuncak dikala aspirasi mereka tak di dengar.

Para pemegang kekuasaan di parlemen yang sebelumnya di sumpah sebagai perwakilan rakyat justru hadir sebagai penghianat rakyat. Dengan adanya pengesahan Omnibus Law menjadi bukti bahwa petinggi di negeri ini hanyalah badan yang dibentuk untuk melenggangkan nafas para cukong untuk berinvestasi.

Buntut panjang pengesahan UU ini memang tengah menjadi sorotan rakyat seluruh Indonesia. Bahkan, dampaknya justru membawa angin segar bagi para investor asing serta memudahkan TKA masuk ke Indonesia. Tak hanya itu, poin yang menjadi sorotan atas disahkannya RUU Cipta Kerja ini yaitu hilangnya upah minimum. Hal ini sejalan dengan keinginan pemerintah yang hendak menerapkan sistem upah per jam bagi pekerja. Dengan kata lain, pekerja yang nantinya bekerja kurang dari 40 jam per minggu akan mendapat upah di bawah minimum.

Artinya, kebijakan baru mengenai ketenagakerjaan ini semakin menyengsarakan para buruh ditengah ketimpangan ekonomi yang buruk. Sebab, dibalik kebijakan pengurangan upah buruh yang cuti dengan alasan hamil ataupun urusan pribadi tidak dianggap bekerja. Bahkan kebijakan ini pun dianggap mereduksi kesejahteraan rakyat bukan justru memberi perlindungan terhadap rakyat.

Selain itu, Omnibus Law Cipta Kerja dianggap akan membuat karyawan kontrak susah diangkat menjadi karyawan tetap. Kemudian, penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA) termasuk buruh kasar yang bebas, PHK yang dipermudah dan terakhir, hilangnya jaminan sosial bagi buruh, khususnya jaminan kesehatan dan jaminan pensiun.

Ditengah pandemik yang semakin meresahkan masyarakat ditambah semakin tingginya kenaikan angka positif Covid, pemerintah tak seharusnya terburu-buru mengetok palu dalam mengesahkan RUU Cipta Kerja. Pasalnya, kebijakan ini justru akan semakin memperparah kerugian terhadap hak-hak tenaga kerja. Disisi lain, kebijakan ini pun akan semakin melenggangkan kekuasaan penguasa oligarki yang liberalistik.

Hal ini semakin memberi gambaran bahwa demokrasi liberal semakin meniscayakan kepentingan para kapitalis sebagai pemegang kunci kekuasaan. Kebijakan yang menghilangkan hak-hak rakyat serta memunculkan dinding pemisah antara buruh dan pengusaha. Urgensitas ini akan semakin parah jika saja negara sebagai regulator tak mampu mengakomodasikan keadaan bangsa disaat rakyat tengah menjadi korban kebingasan penguasa oligarki.

Saat ini negara sedang mengalami permasalahan yang sangat krusial. Demokrasi kapitalisme sebagai ideologi yang diadopsi oleh Indonesia pun tak mampu menghadirkan solusi untuk menopang kehidupan umat. Disisi lain, rezim semakin melenggangkan kekuasaannya tanpa memikirkan nasib rakyat.

Beda ideologi kapitalisme beda pula ideologi Islam dalam memandang perburuhan. Dalam Islam perburuhan dinamakan ijarah dan ijarah adalah: ‘aqd[un] ‘ala manfa’at[in] bi ‘iwadh[in] (akad/kesepakatan atas suatu jasa dengan adanya imbalan/kompensasi tertentu).Ijarah (perburuhan) dihukumi mubah (boleh). Kebolehan ini didasari pada dalil sebagaimana Allah SWT berfirman:

“Jika mereka (mantan istri) menyusui (anak-anak) kalian demi kalian maka berikanlah kepada mereka upahnya”(TQS ath-Thalaq [65]: 6).

Al-‘Allamah Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani menjelaskan bahwa ayat di atas merupakan dalil kebolehan upah-mengupah atas suatu jasa. Dalam Islam, derajat seluruh manusia di dunia ini dipandang setara, termasuk buruh yang menempati posisi sama dengan majikan. Dalam arti bahwa mereka memiliki hak dan kebebasan yang sama dalam menjalankan masing-masing pekerjaannya. Kewajiban buruh adalah memenuhi tugas yang dibebankan kepadanya, sedangkan kewajiban majikan adalah memberi tempat kerja yang nyaman, perlindungan, kesejahteraan, dan upah yang layak bagi buruh. Bahkan untuk menunjukkan pentingnya menyegerakan memberi upah buruh sehingga Nabi bersabda: “Bayarlah upah buruhmu sebelum kering keringatnya.” (HR. Ibnu Majah).

Adapun ketentuan dalam syariah baik buruh maupun pengusaha (majikan) wajib memperhatikan beberapa hal terkait rukun dalam akad ijarah (perburuhan). Diantaranya: (1) dua pihak yang berakad, yakni buruh dan majikan/perusahaan; (2) ijab-kabul dari dua belah pihak, yakni buruh sebagai pemberi jasa dan majikan/perusahaan sebagai penerima manfaat/jasa; (3) upah tertentu dari pihak majikan/perusahaan (4); jasa/manfaat tertentu dari pihak buruh/pekerja. (Buletinkaffah edisi 162, 09/10/20)

Akad yang telah disepakati wajib dilaksanakan oleh kedua pihak yang berakad. Allah SWT berfirman:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ أَوْفُوا۟ بِٱلْعُقُودِ

Hai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu (TQS al-Maidah [5]: 1).

permasalahan perburuhan dalam sistem kapitalisme liberal tentu berbanding terbalik dengan sistem Islam yang sangat memperhatikan kesejahteraan serta memberikan keadilan kepada setiap buruh. Inilah bedanya dengan negara dalam Islam, Khilafah Islam hadir untuk mengurusi dan melindungi kepentingan semua anggota masyarakat, baik pengusaha maupun pekerja. Nabi saw. bersabda:
الإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

Imam (Khalifah) adalah pengurus rakyat dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya (HR Al-Bukhari).

Khilafah adalah negara yang bertanggung jawab penuh atas nasib rakyatnya. Khilafah yang menerapkan syariah Islam wajib menjamin kebutuhan hidup rakyat; memberikan lapangan pekerjaan, menjamin kebutuhan hidup seperti pendidikan dan kesehatan, serta menjaga keamanan mereka.

Khilafah juga akan menertibkan para pengusaha yang berlaku zalim kepada para pekerja mereka. Bagi Khilafah, kesejahteraan rakyat di atas kepentingan para pengusaha.
Wallahu A’lam Bishshowab

Penulis: Hamsina Halisi Alfatih
Editor: H5P

error: Jangan copy kerjamu bos