Example floating
Example floating
Iklan ramadhan 2024 arkam
HukumOpiniTegas.co Nusantara

UU Cipta Kerja: Disahkan Kilat, Khianati Rakyat

805
×

UU Cipta Kerja: Disahkan Kilat, Khianati Rakyat

Sebarkan artikel ini
Ita Wahyuni, S. Pd. I (Pemerhati Masalah Sosial)

TEGAS.CO., NUSANTARA – Senyap dan kilat, begitulah gambaran operasi pengesahan UU Cipta Kerja yang diketok saat sidang paripurna pada Senin (5/10/2020) lalu. Pembahasan RUU tersebut amat cepat dibandingkan RUU yang lain. Bahkan sidang-sidangnya berlangsung siang hingga larut malam. DPR beralasan, dikebutnya pengesahan UU tersebut dikarenakan ada 18 anggota DPR yang terkonfirmasi positif Covid19 (Detiknews.com, 08/10/2020).

Disaat Corona semakin mewabah, tentu alasan tersebut tidak masuk akal. Seharusnya pemerintah lebih fokus menjinakkan wabah bukan buru-buru mengesahkan undang-undang yang berujung derita bagi rakyat.

Sejak awal dicetuskannya RUU Omnibus Law Ciptaker pada April 2020 memang telah menuai pro dan kontra dari berbagai kalangan terutama pekerja. Bahkan, pasca diketok menjadi undang-undang, gelombang penolakan pun semakin besar. Berbagai aksi mogok kerja dibarengi dengan demonstrasi dilakukan demi menyuarakan aspirasi mereka untuk menentang pengesahan UU tersebut.

Namun anehnya, pemerintah tetap meyakini bahwa UU Ciptaker akan memihak rakyat. Hal demikian ditegaskan oleh Presiden Jokowi dalam konferensi pers virtual yang ditayangkan melalui Youtube Sekretariat Presiden, Kamis (09/10). Dalam kesempatan itu, Jokowi buka suara bahwa alasan disahkannya UU tersebut adalah untuk membuka lapangan kerja dan memudahkan tumbuhnya korporasi baru (Thestartmagazine.com, 09/10/2020).

Namun benarkah demikian? Faktanya, rakyat kembali dikhianati. Pekerja harus siap menjadi korban dalam penerapan UU ini. Pasalnya, kebijakan yang ada di dalamnya sangat merugikan bahkan memutilasi hak-hak mereka. Buktinya, dari kebijakan tersebut membuat para pekerja terancam PHK, terjebak dengan sistem kerja kontrak (outsourcing), gaji per bulan akan dihitung per jam, pesangon, jaminan sosial akan dihilangkan, dan sebagainya.

Dengan dalih menarik investasi yang diharapkan dapat mendongkrak pertumbuhan ekonomi dan menciptakan lapangan kerja hanyalah kamuflase dari UU ini. Kehadiran investor asing sejatinya tak berefek apapun pada lapangan pekerjaan. Yang ada tenaga kerja asing justru mengalir deras mendatangi Indonesia semenjak kran investasi dibuka selebar-lebarnya. Sedangkan angka pengangguran semakin meningkat tajam.

Tak hanya itu, pengesahan UU tersebut juga sekaligus mengkonfirmasi kepada siapa pemerintah berpihak. UU Ciptaker siap menjadi “karpet merah” bagi korporasi (pengusaha) untuk meraih keuntungan. Pendapat ini sangat beralasan, sebab satuan tugas yang menggarap draf RUU Ciptaker ini didominasi kalangan pengusaha, pemilik modal, dan investor. Alhasil, pasal-pasal yang ada lebih banyak menguntungkan kepentingan investor dibanding para pekerja.

Semakin nyata kezaliman yang disebabkan oleh rezim Kapitalisme-Demokrasi. Slogan “dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat” yang diagung-agungnya hanyalah ilusi. Jeritan rakyat sebagai tanda penolakan UU Ciptaker tidak berarti. Kapitalisme menjadikan negara gagal menyejahterakan rakyat. Meskipun UU tersebut dianggap sebagai solusi, tapi nyatanya membawa petaka bagi pekerja.

Sehingga, jelaslah bahwa UU Ciptaker merupakan produk Kapitalisme untuk memuluskan jalan korporasi dalam memanfaatkan SDM sebagai “sapi perahan”. Lantas untuk apa masih berharap kesejahteraan yang dijanjikan Kapitalis jika kita harus dikhianati dan tersakiti?

Dalam pandangan Islam, negara adalah khodim al ummah. Yakni pelayannya umat, mengurusi kepentingan dan kemaslahatan umat. Negara bertugas memberi jaminan dan pelayanan yang sesuai dengan syariah Islam. Negara menjamin penghidupan, kesejahteraan, keamanan, serta kebutuhan dasar rakyat termasuk buruh.

Secara umum, rakyat dalam sistem Islam akan mendapatkan perlakukan ekonomi yang komprehensif dari negara. Garis besarnya, negara akan melakukan pemenuhan kebutuhan pokok berupa barang (pangan, sandang, dan papan) dan jasa (pendidikan, kesehatan dan keamanan) baik bagi muslim maupun non-muslim, miskin atau kaya.

Tak kalah penting, Islam sangat melindungi buruh bukan mengeksploitasi. Buruh dianggap komponen yang wajib ditumbuhkan keimanannya, dijaga seluruh kepemilikannya dan disediakan kelayakan kerja dan kelayakan upah sesuai dengan prinsip moral dan keadilan. Individu buruh dianggap sebagai makhluk yang mendapatkan kebaikan dari Islam.

Dalam mengatasi pengangguran, negara akan memberdayakan iklim usaha yang sehat. Membuka seluas-luasnya lapangan kerja bagi rakyat. Yang tidak punya modal, diberi modal oleh negara agar ia bekerja. Yang tidak punya keterampilan bekerja juga akan diberi pelatihan agar ia memiliki kemampuan dan skill yang mumpuni. Sebab dalam Islam, pengangguran dan bermalas-malasan itu dilarang. Setiap kepala keluarga wajib mencari nafkah.

Sebagaimana sabda Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, “Cukuplah seorang Muslim berdosa jika tidak mencurahkan kekuatan menafkahi tanggungannya.” (HR Muslim). Dalam hal ini negara akan membuka lapangan pekerjaan yang menyerap tenaga laki-laki. Adapun perempuan tidak akan dibebani dengan masalah ekonomi. Karena tugas utamanya adalah mendidik generasi.

Demikianlah jaminan yang ditawarkan oleh sistem Islam. Dengan prinsip tersebut tentu akan mudah “mengalirkan” kesejahteraan kepada seluruh rakyat termasuk buruh. Maka yang perlu dilakukan saat ini tidak hanya sekedar menolak UU Ciptaker, tapi sekaligus melenyapkan sistem Kapitalis-Demokrasi yang terus menzalimi rakyat.
Wallahua’alam bish shawab.

Oleh: Ita Wahyuni, S. Pd. I (Pemerhati Masalah Sosial)
Editor: H5P

error: Jangan copy kerjamu bos