Example floating
Example floating
Iklan ramadhan 2024 arkam
DaerahMunaSultra

Buruh Pengupas Kacang Mete. Rantai Produksi yang Tidak Dapat Perhatian

965
×

Buruh Pengupas Kacang Mete. Rantai Produksi yang Tidak Dapat Perhatian

Sebarkan artikel ini
Wa Ode Rabiah Saat Reses di Desa Lakologou

TEGAS.CO,. MUNA – Dalam masa reses II Tahun Sidang 2020/2021 Anggota DPD RI, Wa Ode Siti Rabia melakukan agenda reses yang salah satunya adalah pengawasan pelaksanaan UU No. 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan yang berlokasi di desa Lakologou, kecamatan Tongkuno, kabupaten Muna. Sabtu (7/11/2020).

Menurut Rabia, Sulawesi Tenggara yang kaya akan hasil buminya salah satu hasil perkebunan menjadi daya tarik para investor atau sering disebut buyer dalam rantai pasokan perdagangan hasil bumi.

Kacang mete merupakan salah satu daya tarik komoditas perkebunan bernilai ekspor yang perlu dikembangkan” kata Rabia melaui rilisnya.

Rabia mengatakan perjalanan reses kali ini dirinya fokus pada komoditas perkebunan. Dirinya mengetahui bahwa proses penjualan mente di Sultra terbagi dua, yaitu dijual dalam bentuk gelondongan dengan kulit juga dijual kacang medenya saja.

“Saya tidak hanya ingin melihat tetapi ikut mempelajari alur produksi mete kita di Sultra”, tuturnya.

Tipikal Wa Ode Rabia yang tidak mau hanya mendengar laporan, beliau memilih untuk turun langsung ke beberapa kebun petani, pusat pengolahan mete, gudang penampungan dan juga ke pengusaha yang menjadi pengepul.

“Saya mengunjungi beberapa daerah di Sultra yang memang daerah tersebut memiliki potensi mente yang baik yaitu Kab. Muna, Muna, Buton Tengah dan Kota Kendari, untuk mengetahui akses persoalan mete”, Ucapnya

Menurutnya, ada yang menarik perhatian dari perjalannya kali ini, dimana adanya sekelompok ibu-ibu yang bekerja sebagai pengupas mete disetiap musim. Mereka bekerja maksimal hanya pada saat musim mete saja, lebih kurang 6 bulan, setelah itu mereka kembali bekerja sebagai ibu rumah tangga, berjualan kecil-kecilan ataupun menjadi apa saja yang penting dapat membantu ekonomi keluarga.

Kegigihan mereka dalam bekerja juga tak seimbang dengan hasil yang didapatkan, sekarung 50 kg kami di bayar 70-120 ribu ibu, tergantung harga mete. Setelah bersih dari kulit luar dan kulit arinya, baru kami setorkan kembali ke pengusaha. Biasanya 1 karung itu kami kerjakan 2 hari.

“Mereka butuh perhatian pemerintah, dari semua rantai pasok mete, saya lihat mereka yang paling rendah taraf hidupnya”, terang Rabia .

Dalam pertemuan dengan ibu-ibu, Rabia juga langsung membagikan alat pengupas mete kepada mereka, ini alat produksi bagi ibu-ibu, kalau rusak mereka akan kesulitan ketika musim mete berlangsung lagi.

Rabiah mengatakan kedepan harus diupayakan adanya kebijakan-kebijakan khusus yang menyasar para ibu-ibu yang selama ini turut andil dalam memproduksi komoditas yang selama ini menjadi ciri khas Sultra yakni mete.

Lebih lanjut ia mengatakan, Kebijakan-kebijakan tersebut seperti pelatihan khusus agar ada peningkatan skil sehingga hasil mete bisa bernilai ekonomi lebih tinggi. Perlu juga dipikirkan bagaimana cara mengkonversi pengelolaan mete dengan Teknik-teknik baru sehingga hasil mete lebih variatif.

“Harus ada juga cara bagaimana mempolarisasi pengelolaan mete yang umumnya masih home industri menjadi lebih modern sehingga hasil olahan kacang mete bisa menjadi barang siap ekspor”, imbuhnya.

“Saya fokus kepada persoalan perkebunan, kita harusnya mampu mendorong eksport komoditi langsung dari Sultra, Pemerintah bantu cari pasarnya diluar negeri. Rekomendasi reses pada sidang paripurna saya sudah sampaikan dan  segera terus mengawalnya. Agar bukan hanya para cukong dari luar yang merasakan nikmatnya mete, tetapi petani, buruh pikul, tukang kupas, hingga pedagang mete lokal bisa lebih berdaya”, pungkasnya.

Reporter : LRA

Editor : YA

error: Jangan copy kerjamu bos