RSJ Sultra Minim Dokter dan Krisis SDM, dr. Putu: Ini Solusinya

RSJ Sultra Minim Dokter dan Krisis SDM, dr. Putu: Ini Solusinya
Gedung RSJ Sultra

TEGAS.CO., SULAWESI TENGGARA – Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Sulawesi Tenggara (Sultra) menghadapi dua tantangan besar dalam upaya meningkatkan pelayanan kesehatan jiwa.

Disatu sisi, rumah sakit mengalami krisis sumber daya manusia (SDM), terutama dokter spesialis jiwa yang enggan bertahan karena rendahnya gaji.

Iklan Viki DPRD Sultra

Disisi lain, pemerintah tengah menggenjot pembangunan fasilitas rehabilitasi NAPZA dengan target operasional pada 2026, meski keterbatasan tenaga medis masih menjadi masalah utama.

Minim Dokter, Gaji Rendah Jadi Masalah Utama

Direktur RSJ Sultra, DR. dr. Putu Agustin Kusumawati, M.Kes, mengungkapkan bahwa idealnya rumah sakit memiliki enam hingga tujuh dokter spesialis jiwa.

Namun, hingga kini hanya ada empat orang dokter yang bertugas, jauh dari standar yang seharusnya.

“Dokter lebih memilih bekerja di kabupaten karena honor mereka bisa mencapai Rp25 juta per bulan, sementara di RSJ Sultra hanya Rp8,5 juta. Selain itu, risiko kerja disini lebih tinggi karena menangani pasien rawat inap, berbeda dengan di kabupaten yang hanya melayani poli,” ujar dr. Putu, Kamis 6 Februari 2025.

Kekurangan tenaga medis tidak hanya terjadi pada dokter spesialis jiwa, tetapi juga pada dokter anak, dokter saraf, dan perawat dengan keahlian khusus kesehatan jiwa.

Sebagian dokter masih dalam masa pendidikan, sementara perawat yang memiliki spesialisasi kejiwaan masih minim.

“Kami berusaha mengatasi ini dengan memberikan rekomendasi pendidikan bagi beberapa dokter dan perawat agar mereka bisa kembali dengan keahlian yang lebih spesifik. Namun, proses ini memakan waktu bertahun-tahun,” tambahnya.

Sementara itu, pembangunan fasilitas rehabilitasi NAPZA tetap berjalan meski kekurangan SDM masih menjadi hambatan besar.

RSJ Sultra Minim Dokter dan Krisis SDM, dr. Putu: Ini Solusinya
Direktur RSJ Sultra, DR. dr. Putu Agustin Kusumawati, M.Kes,

Rehabilitasi NAPZA Dikebut, Target Beroperasi 2026

Menyadari pentingnya fasilitas rehabilitasi NAPZA, pemerintah telah mengalokasikan anggaran sebesar Rp5 miliar dari APBD untuk membangun gedung baru.

Pembangunan ini ditargetkan rampung pada akhir 2025 dan mulai beroperasi awal 2026.

“Fasilitas rehabilitasi NAPZA adalah syarat utama bagi rumah sakit jiwa di Indonesia. Saat ini, kami memanfaatkan gedung lama untuk sementara waktu sambil menunggu dana tambahan,” jelas dr. Putu.

Pihak RSJ Sultra juga berencana mengusulkan tambahan anggaran dari Dana Alokasi Khusus (DAK) agar fasilitas ini dapat berfungsi optimal.

Namun, tanpa tenaga medis yang memadai, efektivitas layanan rehabilitasi ini masih menjadi tanda tanya besar.

“Kita bisa bangun gedung dan fasilitasnya, tapi siapa yang akan menjalankan? Dokter spesialis jiwa saja masih kurang, belum lagi tenaga medis lain yang dibutuhkan untuk layanan rehabilitasi,” kata dr. Putu dengan nada prihatin.

Komitmen DPRD: Bangun Fasilitas, Atasi SDM

Menanggapi kondisi ini, Komisi II DPRD Sultra berjanji akan mengawal pembangunan fasilitas rehabilitasi NAPZA dan mencari solusi atas krisis SDM di RSJ Sultra.

“Bagi kami, ini harus diperjuangkan. Dokter dan tenaga medis di RSJ sudah berjuang sekuat tenaga. Kami akan menjadikan ini prioritas dalam rapat pembahasan komisi,” ujar Andi Saenuddin, Ketua Komisi IV DPRD Sultra.

Meski pembangunan fasilitas rehabilitasi NAPZA menjadi langkah maju, tanpa penanganan serius terhadap krisis SDM, layanan kesehatan jiwa di Sulawesi Tenggara masih menghadapi jalan terjal.

Pemerintah perlu mengambil langkah konkret untuk menarik tenaga medis agar mau mengabdi di RSJ Sultra, baik dengan peningkatan kesejahteraan maupun kebijakan strategis lainnya.

Jika tidak, RSJ Sultra hanya akan menjadi rumah sakit dengan gedung megah tetapi minim pelayanan yang berkualitas.

Penulis: Amran S
Editor: Mas’ud

Komentar