
KENDARI, TEGAS.CO — Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra), Andi Sumangerukka (ASR), mengungkapkan ironi pahit mengenai kontribusi sektor pertambangan di daerahnya. Dalam sambutannya yang menggelegar di Musyawarah Daerah (Musda) ke XI Partai Golkar di Kendari Minggu 2 November 2025, di hadapan Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia, ASR menyebut bahwa dari total nilai bahan galian yang diangkut mencapai Rp 57 triliun, Sultra hanya menerima Rp 883 miliar, atau bahkan tidak menyentuh angka satu triliun.
ASR membuka sorotannya dengan memaparkan data suram tentang kinerja pemerintahannya yang baru berjalan delapan bulan. Berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri, Sulawesi Tenggara menduduki posisi dua terbelakang dalam penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
“Delapan bulan pemerintahan kami, Sulawesi Tenggara berada di posisi dua terbelakang,” ujar ASR dengan nada yang menusuk, mengakui kesulitan yang dihadapi provinsi yang kaya sumber daya alam ini.
Inti permasalahan yang disampaikan ASR adalah ketidakseimbangan yang ekstrem antara kekayaan yang dibawa pergi dan yang dikembalikan ke daerah. Ia merinci, ada 96 Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang telah mengeruk sekitar 90 juta Metrik Ton bahan galian dari perut bumi Sultra.
ASR kemudian membandingkan: Nilai Total Potensi, Hitungan kasar ASR menunjukkan bahwa 90 juta MT bahan galian, jika dikalikan dengan estimasi harga, dapat menghasilkan Rp 57 triliun.
Tonton video tiktok tegas.co di bawah ini 👇👇👇👍
Realisasi untuk Sultra. Yang kembali ke daerah hanya Rp 883 miliar. “Padahal, jika dihitung-hitung secara angka dari 90 juta MT dikali 30 juta maka akan mendapatkan Rp 57 triliun,” sambungnya. “Ini sangat ironis,” kata ASR, menekankan betapa timpangnya pembagian hasil kekayaan alam tersebut.
Selain itu, ASR juga mengungkapkan bahwa masih ada kewajiban pemilik IUP di Sultra sebesar Rp 3 triliun yang belum dituntaskan.
Di hadapan Menteri Bahlil, ASR juga secara jujur mengakui keterbatasan kuasanya sebagai kepala daerah. “Saya tidak punya kuasa untuk memerintah mereka para pemilik IUP,” keluhnya, menggambarkan rumitnya jejaring kuasa antara pusat dan daerah dalam sektor ini.

Menanggapi keluhan tersebut, Menteri Bahlil Lahadalia memberikan jawaban yang tegas dan menjanjikan solusi dari pusat. Ia menyatakan bahwa pemerintah sedang menyiapkan peraturan pemerintah dan peraturan menteri untuk membantu pengusaha lokal dan mendorong hilirisasi di Sultra.
Namun, yang paling menarik perhatian adalah ultimatum dari Menteri ESDM tersebut. Bahlil meminta ASR untuk menyerahkan data perusahaan tambang yang “bandel”.
“Bawakan saya data perusahaan tambang yang bandel itu Pak Gub, saya selesaikan mereka dalam waktu dua bulan,” seru Bahlil, menawarkan solusi cepat terhadap persoalan panjang di Sultra.
Pernyataan ini seolah menggemakan kembali kekuasaan pusat untuk menyelesaikan masalah kompleks pertambangan di daerah. Di balik gemerlap pesta politik, isu Rp 57 triliun yang menguap ini masih menunggu tindak lanjut nyata.
PUBLISHER: MAS’UD