Example floating
Example floating
HukumJakartaOpiniTegas.co Nusantara

Jilbab Anak Disoalkan, Islam Punya Jawaban

1193
×

Jilbab Anak Disoalkan, Islam Punya Jawaban

Sebarkan artikel ini
Sri Indriyani, S.Pd ( Pengajar dan Relawan Opini Kolaka Utara)

TEGAS.CO., NUSANTARA – Jurnalgaya, media asal Jerman Deutch Welle (DW) dihujat sejumlah tokoh dan netizen karena membuat konten video yang mengulas tentang sisi negatif anak pakai jilbab sejak kecil.

“Apakah jilbab itu atas pikiran anak itu sendiri? Apakah anak-anak yang dipakaikan jilbab itu memiliki pilihan atas apa yang ingin ia kerjakan” DW Indonesia (@dw_indonesia), 25 September 2020. Postingan DW Indonesia ini sontak menarik perhatian warganet. Pertanyaan tersebut disertai dengan sebuah video yang berisikan tentang orang tua yang mengajari anak mereka untuk mengenakan jilbab. Dan sebuah wawancara dengan seorang psikolog Rahajeng Ika dan seorang feminis muslim Darol Mahmaa.

Rahajeng Ika menyampaikan bahwa anak-anak menggunakan/memakai sesuatu yang belum mereka pahami dan membuat anak-anak berbeda dengan teman-temannya yang akibatnya akan membuat anak-anak merasa kebingungan. Arol Mahmada sendiri merasa khawatir perihal tersebut akan mempengaruhi pola pikir sang anak. “Pola pikir si anak itu menjai ekslusif karena dari seja kecil dia ditanamkan untuk misalnya “berbeda” engan yang lain,” kata Darol Mahmada.

DW Indonesia sontak menjadi bulan-bulanan netizen. Salah satu anggota DPR yang pun turut berkomentar “liputan ini menunjukkan sentimen ‘Islamofobia’ n agak memalukan untuk kelas @dwnews” kata Fali Zon Wakil ketua umum Partai Gerindra melalui akun twittternya, @Fadlizon. (pojoksatu.id).

Apa yang dilakukan oleh DW Indonesia merupakan upaya untuk menyudutkan syariat Islam atau ajaran Islam. seakan-akan mengajari anak-anak menutup aurat berdampak buruk bagi anak. Padahal membiasakan anak perempuan untuk mengenakan jilbab merupakan salah satu kebaikan yang harus ditanamkan sedari dini. Apalagi sistem pendidikan saat ini tidak bisa diandalkan untuk membentuk melindungi sang anak.

Meski dikata anak-anak, mereka tetap akan menggunakan Indera mereka untuk mengamati fakta-fakta yang ada di sekitarnya. Dan hasil dari pengamatannya akan ia buat dalam bentuk pertanyaan. Kerap kali anak-anak akan bertanya sesuatu hal yang ia lihat atau yang dilakukannya. Misalnya, mengapa si A begini, mengapa si B suka begitu, dsb. Dan jawaban apa yang kita berikan kepada anak-anak akan menjadi pemahamannya dan biasanya akan ia bawa sampai dewasa. Dan pasti anak yang dibiasakan mengenakan jilbab pun akan bertanya, “mengapa saya harus pakai jilbab”. Dan jawaban kita akan mempengaruhi pemahaman sang anak.

Ada bahaya liberalisasi terhadap pakaian Muslimah. Jika paham ini terus diopinikan, maka hal itu akan berpengaruh pada aspek aktivitas perempuan Muslimah. Muncul keraguan terkait wajibnya berjilbab terlebih membiasakan anak untut taat terhadap syariah di usia dini. Dan bila terus terjadi, tak menutup kemungkinan mereka lebih memilih menutup aurat setengah jadi. Sebagaimana yang ditargetkan kaum liberalis, lebih menyukai perempuan Muslimah berpakaian ala nusantara dibanding sesuai syariat Allah yang mulia.

Tak perlu heran. Selama ini kelompok pemikir liberal memang dikenal sepak terjang seperti demikian. Bangga menyebut diri kaum pluralis. Sekaligus menganut paham relativisme yang tak percaya bahwa kebenaran mutlak itu benar-benar ada.

Padahal, membiasakan anak-anak melakukan ketaatan kepada Allah, merupakan suatu cara untuk meningkatkan imunitas anak terhadap gaya hidup yang liberal yang sedang membanjiri negeri ini. Anak kecil ibarat sebuah kanvas kosong. Berharga atau tidak berharganya kanvas tersebut tergantung bagaimana orang yang melukis diatasnya. Sehingga orang tua pun wajib terlebih dahulu memiliki pemahaman terkait Islam secara menyeluruh. Agar tidak amburadul dalam memberikan pemahaman terkait akhlak dan kepribadian muslim.

Karena sudah jelas, berhijab adalah salah satu kewajiban dari Allah SWT yang dengan jelas dinashkan dalam Al Qur’an yang mulia. Orang-orang yang menganggap bahwa syariat Allah tak perlu diterapkan atau melarang penerapannya jelas adalah pengidap liberalisme akut.

Islam Punya Solusi

Taklif syariat memang belum dibebankan kepada anak-anak. Ia hanya dibebankan kepada orang-orang yang telah dewasa atau balig. Rasulullah saw., “Diangkat pena (taklif hukum) dari tiga golongan; orang tidur hingga bangun, anak-anak hingga balig dan orang gila hingga sadar.” (HR Al-Baihaqi).

Hanya saja Islam memerintahkan kita untuk melatih anak-anak kita sejak dini. Dengan itu, kelak saat mereka balig, mereka sudah paham dengan hukum-hukum Islam dan siap serta Istiqamah dalam menjalankannya.

Allah SWT berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman, pelihara dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu..”(QS Tahrim: 6).

Dasar-dasar keimanan tersebut yang akan memperkuat dan memperkokoh fondasi agama anak bila diajarkan sejak dini. Oleh karenanya sebagai orang tua harus bisa menjadi role model/contoh teladan yang baik melakukan ibadah vertikal dengan Allah (hablum minallah) dan melakukan ibadah secara horizontal dengan sesama manusia (hablum min nannas).

Orang tua harus pandai memfilter tata cara mendidik anak (ilmu parenting) menurut teori-teori/pandangan para pakar dibidang tersebut. terutama pada sistem sekuler saat ini, yang membuka kerang libreralisme. Sehingga paham liberalism (paham kebebasan) mengalir deras menggenangi tiap-tiap aspek kehidupan.

Kehidupan sosial, kebudayaan, bahkan pendidikan. ibaratnya orang tua harus pandai memilah alat lukis yang akan digunakan untuk melukis. Mendidik anak merupakan suatu kewajiban, Kemudian Rasulullah SAW bersabda tentang pentingnya mendidik anak untuk melaksanakan perintah Allah sejak dini: “Dari Amr bin Syuaib ari ayahnya dari kakeknya berkata: Rasulullah SAW bersabda: suruhlah anak-anak kecil kamu melakukan sembahyang (usia) tujuh tahu, dan pukullah mereka (bila lalai) atasnya pada usia sepuluh tahun…” (HR. Ahmad an Abu Dawud).

Ini mengisyaratkan tentang kewajiban orang tua untuk mendidik anak, agar menjadi anak-anak yang bertakwa dan berakhlak mulia. Menurut Imam Al-Ghazali, Anak adalah amanah bagi kedua orang tuanya. Hatinya suci merupakan perhiasan yang sengat berharga. Bila ia dilatih untuk mengerakkan kebaikan, ia akan tumbuh menjadi orang yang baik dan bahagia dunia akhirat. Sebaliknya, bila ia dibiarkan mengerjakan keburukan dan dibiarkan begitu saja bagaikan hewan, ia akan hidup sengsara dan binasa.

Dalam sistem sekuler demokrasi, sangat jauh dari harapan Aqidah anak-anak terlindungi. Terutama semakin gencarnya agenda islamopobia, oleh orang-orang yang membenci Islam. Negara yang seharusnya melindungi ajaran Islam serta para pengembangnya malah turut andil dalam agenda orang-orang yang membenci Islam untuk memakmurkan Islamopobia. Membuat umat muslim jauh agar dari agamanya sendiri, dan cenderung mengikuti millah mereka. Masih hangat diingatkan kita, pernyataan menteri agama terkait orang-orang good looking , kemudian bagaimana peserta MTQ didiskualifikasi hanya karena peserta tersebut bercadar.

Sangat berbeda ketika Islam menjadi sistem suatu Negara. Negara Islam akan menjamin seluruh masyarakat Islam termasuk generasi memiliki kepribadian Islam. Melalui sistem pendidikan dengan kurikulum Islam, sehingga membentuk pribadi-pribadi yang taat. Walhasil, kita sebagai orang tua, tidak perlu takut dengan ocehan barisan kaum liberal ini. Meskipun mereka mempunyai akses yang kuat bahkan hingga kekuatan negara. Teruslah, sebagai ibu kita menanamkan akidah Islam sebagai dasar berpikir anak-anak kita, menanamkan kecintaan mereka kepada Islam, membiasakan mereka taat kepada Allah SWT. Wallahu a’lam.

Penulis: Sri Indriyani, S.Pd ( Pengajar dan Relawan Opini Kolaka Utara)
Editor: H5P