Example floating
Example floating
Iklan ramadhan 2024 arkam
Opini

Suap Mematikan Sistem Demokrasi

1159
×

Suap Mematikan Sistem Demokrasi

Sebarkan artikel ini
Suap Mematikan Sistem Demokrasi
Nurhidayat Syamsir (Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan UHO)

Tunjangan hari raya yang kerap disebut THR biasanya dinantikan di hari raya kaum muslimin. Beda halnya dengan “Serangan Fajar” yang kehadirannya bergantung musim pergantian figur penguasa. Menurut Wikipedia.org- Serangan fajar adalah istilah yang digunakan untuk menyebut bentuk politik uang dalam rangka membeli suara yang dilakukan oleh satu atau beberapa orang untuk memenangkan calon yang bakal menduduki posisi sebagai pemimpin politik.

Jika disederhanakan, serangan fajar, politik uang, money politik, atau apapun sebutannya, yakni pembagian uang dengan maksud menarik hak suara rakyat untuk menjatuhkan pilihan. Tak banyak yang alergi bahkan justru dijadikan tameng bela diri dengan menganggap perkata itu bagian dari ‘Rezeki Jelang Pemilu’.

Seperti yang dilansir oleh Kompas.com, menyebutkan terdapat cara instan untuk mendapatkan suara tanpa harus bersusah payah mengejar tiga syarat (diketahui, dikenal, dan disukai) untuk terpilih. Dalam kesempatan wawancara dengan program AIMAN, Profesor Handi Muluk mengungkapkan, hanya dengan politik uang seorang caleg bisa menembus kontestasi dan menjadi pemenang (Senin, 15 April 2019).

Tak dipungkiri lagi, pelaku sogok ini banyak melancarkan aksinya dengan memberikan sejumlah uang tunai, atau barang lain yang bernilai. Seperti misalnya imbalan token listrik, ungkap Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Fritz Edward Siregar.

Nano-nano Demokrasi : Ramai Rasanya

Geliat gempita pesta demokrasi senantiasa mengusik lisan dan pikiran untuk terus membicarakan riuhnya. Bagaimana tidak, berbagai peristiwa yang terjadi di sistem ini layaknya permen nano-nano ‘Ramai Rasanya’. Siapa sangka, jalan pemilu demokrasi tak pernah lepas dari pengalamatan julukan ‘Money Politic”.

Modus operandi money politik menjadi jalan pintas meraih singgasana kursi kuasa. Paling banter aksi suap ini dilayangkan tatkala keresahan hak pilih rakyat jatuh ke kubu lawan. Ibarat reka adegan yang menunggu jam tayang, serangan fajar ini sentiasa terjadi. Adalah hal yang lumrah dalam sistem saat ini, baik pemilu, pilkada, pileg, ataupun perebutan posisi lainnya selalu berakhir dengan kecurangan dan money politik, seakan-akan harga sebuah kepercayaan dan kejujuran di sistem ini sangatlah mahal. Mengapa hal ini masih terjadi? Bukankah kebanyakan orang menganggap pergantian figur politik ini mampu mengakhiri keresahan rakyat?

Akar permasalahan politik uang ini bukan sekadar buruknya figur calon pemimpin, namun sistem yang mengatur rotasi pemerintahan menjadikan radius kecurangan kian dekat. Mahalnya biaya di sistem demokrasi terukur atas banyak sedikitnya materi yang dikorbankan untuk mendapatkan posisi jabatan. Benarlah apa yang disampaikan Huey Newton, pemimpin Black Panther pada tahun 1960-an: “Power to the people, for those who can afford it.” (Kekuasaan diperuntukkan bagi siapa saja yang mampu membayar untuk itu).

Namun, manakala jumlah pesaing perebutan posisi yang dikehendaki dapat mempengaruhi terpecahnya suara, maka ditempuhlah jalur politik uang. Ambisi sarat berkuasa, memicu penghalalan berbagai. Sistem yang katanya menjadikan rakyat sebagai penentu kekuasaan, justeru mereka dihargai ‘receh’. Terlebih lagi, aksi sogok ini mengindikasikan ketidakmampuan calon pemimpin untuk meyakinkan rakyat dengan kelayakan yang dimiliki. Tak pelak perihal tersebut menghasilkan calon pemimpin dengan mentalitas pecundang. Suapan ini mematikan bagi rakyat, ketika nasib mereka kedepannya dibawah kendali kebijakan pemimpin seperti itu.

Islam Menuntaskan Money Politik

Politik dalam Islam dibangun berdasarkan sikap takwa. Sehingga kekuasaan digunakan untuk mengurusi urusan umat berlandaskan syariat Islam. Karena ketakwaan, seorang calon pemimpin tentu takut berbuat curang, mengingat amanah pemimpin sangat berat. Sikap takwa sangat menentukan figur pemimpin layak atau tidak memimpin dalam umat. Ditambah lagi syarat untuk menjadi seorang pemimpin tidak semua semudah seperti yang tertera pada sistem saat ini.

Hakikat politik Islam adalah politik takwa. Senantiasa disandarkan pada keridhaan Allah swt. sehingga memandang jabatan pun tak ubahnya sebuah amanah besar yang harus diatur atas hukumNya, yang akan dipertanggungjawabkan di akhirat. Sedangkan filosofi Demokrasi ‘dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat’ adalah menafikan keberadaan Allah sebagai Zat yang Maha Pengatur. Tak heran, kecurangan dan money politik adalah hal wajar dalam sistem ini. Wallahua’lam bi ash shawab.

PENGIRIM: Nurhidayat Syamsir (Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan UHO)

Terima kasih

error: Jangan copy kerjamu bos