Example floating
Example floating
Iklan ramadhan 2024 arkam
Opini

Fenomena Kerajaan, Ada Apa Gerangan?

936
×

Fenomena Kerajaan, Ada Apa Gerangan?

Sebarkan artikel ini
YUSRA UMMU IZZAH (KOMUNITAS IBU CINTA QUR’AN DAN MEMBER WCWH)

Beberapa hari belakangan, publik Indonesia dikejutkan dengan munculnya sejumlah “Kerajaan” baru. Ada kerajaan Agung Sejagad di Purworejo, Sunda Empire di Bandung, hingga kesultanan Selacau Pratakusumah di Tasikmalaya.

Dilansir dari Bandung, CNN Indonesia – Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengatakan kepolisian tengah menelusuri keberadaan kelompok Sunda Empire-Earth Empire yang hangat diperbincangkan di media sosial. Kata Ridwan, Kemunculan Sunda Empire menunjukkan banyaknya orang-orang stress saat ini.

Hal senada juga dikatakan oleh sejarawan Anhar Gonggong yang menilai bahwa munculnya kerajaan baru ini sebagai sebuah kegilaan. Menurut Anhar, satu-satunya kerajaan yang diakui dalam konteks Republik Indonesia saat ini hanya Yogyakarta (MuslimahNews.com)
Ada apa di balik semua ini ?

Terlepas dari semua fakta di atas, semestinya kita justru lebih mawas diri. Bukannya malah menganggap ini sebagai hiburan dan kelucuan di tengah berbagai kegilaan. Munculnya kerajaan-kerajaan baru ini, yang juga memunculkan sejumlah pengikut, nampaknya harus kita sikapi dengan seksama.

Bisa jadi sikap mereka, khususnya para pengikutnya ini bukan sekedar tersebab faktor depresi sosial semata, semisal akibat melambungnya biaya hidup sejak awal 2020 ini. Mulai dari naiknya premi BPJS, tarif listrik, tol, pencabutan subsidi gas melon, dan lain sebagainya. Tapi bisa jadi mereka sedang mencoba mencari alternatif baru jalan hidup dengan mengikuti kerajaan-kerajaan baru tersebut.

Secara logika, kegelisahan publik ini masuk akal, bagaimana tidak? Disatu sisi tarif dan harga berbagai kebutuhan pokok melambung, tindak kriminal meningkat, tantangan pergaulan bebas makin ganas mengintai generasi muda. Tapi di sisi lain, kasus bancakan dana rakyat kian merajalela.

Kasus Jiwasraya, Asabri, Garuda, dan Perindo, cukup membuat rakyat ikut pusing. Belum lagi ketika sistem peradilan hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Mengkritik penguasa justru berbuah pidana rakyat pun semakin bingung.

Kondisi ini semakin parah, ketika sejumlah kepala daerah tertangkap akibat korupsi. Hingga yang terheboh adalah terungkapnya kasus korupsi salah satu komisioner KPU selaku lembaga yang kredibilitasnya selayaknya berada di pihak rakyat.

Rindu dengan sistem Islam
Saat ini tidak dapat dipungkiri, tingkat kepercayaan publik terhadap kinerja pemerintah menurun. Dan wajar jika akhirnya rakyat rindu sistem baru. Hanya saja, mereka mungkin masih belum paham akan perlunya ide mendasar dan metode pelaksanaan bagi tegaknya sistem dan tata kehidupan yang bisa memecahkan berbagai problem kehidupan yang di hadapi.

Juga tidak bisa dipungkiri, rakyat benar-benar rindu dengan sistem dimana para penguasanya bekerja keras untuk memikirkan urusan rakyatnya. Rakyat rindu dengan penguasa yang peka kepada mereka, rindu akan seorang pemimpin seperti Umar bin Khatab yang memanggul sendiri sekarung gandum di pundaknya untuk menebus rasa bersalahnya karena baru tau kalau ada rakyatnya yang masak batu karena tidak punya bahan makanan saking miskinya.
Rakyat juga rindu penguasa yang punya langkah ril untuk mensejahterakan tanpa pencitraan, sebagaimana Umar bin Abdul Aziz yang hanya sekitar 2 tahun menjadi Khalifah, tapi benar-benar mampu mensejahterakan rakyatnya, sampai-sampai petugas zakat bingun mau dibagi kemana harta zakat yang banyak terkumpul karena tidak ada satu warga pun yang yang berhak dan mau menerimanya. Tidak seperti saat ini, rakyat sudah kecut dengan beragam ketimpangan sosial, bencana alam beruntun akibat ketamakan infrastruktur, juga maraknya korupsi.
Bukanya rakyat sudah tidak mampu bersabar terhadap cobaan hidup, tapi rakyat sudah muak dengan janji-janji manis saat kampanye, rakyat benar-benar lelah dipecundangi. Suara mereka hanya diperah saat tahun politik, namum setelah penguasa terpilih rakyat juga dilupakan, bagai habis manis sepah dibuang.

Dari semua ini, menjadi jelas rakyat sudah rapuh/rawan sakit. Mereka membutuhkan obat yang mampu menyembuhkannya dan tidak lagi sakit setelahnya. Tak hanya sembuh secara fisik, tapi juga secara jiwa. Tata kehidupan yang mampu menyembuhkan ini tak lain sumbernya harus datang dari Sang Pemilik Jiwa, Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Sebagaimana janjinya yang abadi dalam Al-Qur’anul Karim, untuk mawujudkan sistem pemerintahan yang dapat memberikan rasa aman bagi seluruh makhluk. Allah SWT berfirman :

“Allah telah menjanjikan kepada orang-orang di antara kamu yang beriman dan beramal sholeh, bahwa Dia sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka dengan agama yang telah Dia ridhai. Dan Dia benar-benar mengubah (keadaan) mereka,setelah berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka (tetap) menyembah-Ku dengan tidak menyekutukan-Ku dengan sesuatu apapun. Tetapi barang siapa (tetap) kafir setalah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” (TQS An-Nur[24] : 55). Wallahu a’lam bishowab.

YUSRA UMMU IZZAH (KOMUNITAS IBU CINTA QUR’AN DAN MEMBER WCWH)