Example floating
Example floating
Iklan ramadhan 2024 arkam
Opini

Halal Bukan Sekedar Label!

446
×

Halal Bukan Sekedar Label!

Sebarkan artikel ini
Elis Herawati (Ibu Rumah Tangga)

TEGAS.CO., NUSANTARA – Indonesia merupakan negara dengan mayoritas muslim terbesar di dunia. Berstandar pada halal haram adalah kewajiban setiap muslim, sehingga sangat dibutuhkan kejelasan informasi atas kehalalan maupun keharaman suatu produk sebagai bentuk jaminan keamanan kaum muslim dalam menggunakan produk tersebut. Hanya saja, sertifikasi halal berpotensi terdegradasi dengan disahkannya Omnibus Law UU Ciptaker. Bagaimana tidak, Setelah pemerintah membentuk lembaga serupa LPPOM MUI, yaitu Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), MUI tak lagi menjadi pemeran utama.

Di pasal 35 A ayat 2, berdampak mengubah regulasi penerbitan sertifikasi halal. Aturan pada UU tersebut memberikan alternatif sertifikasi halal kepada Badan Penyelenggaraan Jaminan Produk Halal (BPJPH) apabila Majelis Ulama Indonesia (MUI) tidak dapat memenuhi dalam batas waktu yang ditetapkan. Alasan pemerintah memuluskan asal 35 A ayat 2 itu tidak lain demi kelancaran UMKM untuk mendapatkan sertifikasi BPOM dan sertifikasi halal. Menteri Koperasi dan UMKM, Teten Masduki menilai UU Omnibus dapat mempermudah UMKM untuk mengembangkan produknya tanpa dibebankan dengan sertifikasi halal lagi. Intinya jangan dibuat ruwet proses sertifikasi halal suatu produk. (nasional.kompas.com, 18/2/2020).

Dengan kata lain jika di lapangan ada hal yang menyulitkan UMKM mendapat sertifikasi halal dari MUI, maka akan ada BPJPH yang siap membantu untuk memudahkannya. Lalu apa standardisasi halal-haram suatu produk dalam BPJPH? Jangan sampai demi untung dan uang, UMKM dimudahkan, namun halal-haram dipermainkan.

Pemerintah memang mengeluarkan aturan yang membingungkan. Terkesan asal-asalan dalam proses penentuannya. Padahal, butuh pihak yang kompeten untuk menentukan suatu produk yang dikonsumsi umat Islam, agar tidak terjadi pelanggaran atas syariat-Nya.Meskipun Wakil Ketua Dewan Halal, Nadra menegaskan masalah hukum agama jangan dipermainkan, tetapi faktanya demokrasi bukan hanya mempermainkan, melainkan mencampakkan hukum agama. Jika pun ada hukum agama yang diambil, hanya dilihat dari sisi manfaat bukan karena harus terikat dengan syariat. Dalam demokrasi, yang menguntungkan bagi manusia di atas segalanya daripada ketaatan pada syariat-Nya.

Dalam pandangan Islam, perbedaan pandangan dalam perkara furu’ itu sunatullah. Tetapi, jika berkaitan dengan urusan publik atau muamalat, maka dibutuhkan peran negara. Dari sinilah, ketiadaan peran negara sebagai penghilang perbedaan merupakan penyebab utamanya.

Perbedaan seharusnya menyadarkan kita untuk mewujudkan seorang pemimpin yang mampu menyatukan dalam perkara praktis. Sesuai kaidah syariat yang menyatakan, “Perintah imam menghilangkan perselisihan”. Hal tersebut hanyalah mimpi selama kita masih berada dalam negara berasas kapitalisme yang justru menyepelekan urusan halal-haram dengan mengembalikannya pada kebutuhan pasar. Apapun yang menghambat bisnis akan dihilangkan.

Islam telah memerintahkan makan makanan halal lagi thayyib dan tidak berlebihan. Islam tidak mengajarkan budaya hedonis dan konsumtif terhadap makanan. “Dan makanlah dari apa yang telah diberikan Allah kepadamu sebagai rezeki yang halal dan baik, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya.” (QS Al Maidah: 88).

Masalah halal-haram bukan sebatas label atau sertifikat saja. Namun, merupakan kewajiban dan wujud ketaatan kepada Allah Ta’ala. Sangat jelas standar halal yang dibutuhkan kaum muslimin adalah yang sesuai dengan syariat Islam.

Sejak awal produksi, kehalalan suatu produk harus diperhatikan. Pengawasan ketat dilakukan oleh para ahli dan ulama agar kehalalan konsumsi masyarakat benar terjamin.

Hal tersebut hanya bisa kita dapatkan dalam sistem yang menjadikan Islam sebagai standar secara menyeluruh. Sebab Islam diturunkan kepada manusia untuk menyebarkan Rahmat ke seluruh alam, garansi kemaslahatan penerapan Islam langsung dari Allah Rabb semesta alam. Meragukan syariat bisa menghantarkan pada kecacatan iman seorang Muslim. kebijakan yang selalu distandarkan pada syariat Islam hanya terwujud di bawah institusi Khilafah.
Wallahua’lamBishowab

Penulis: Elis Herawati (Ibu Rumah Tangga)
Editor: H5P

error: Jangan copy kerjamu bos