Example floating
Example floating
Iklan ramadhan 2024 arkam
Opini

Sebab Kian Suburnya Kemurtadan di Negeri Islam

730
×

Sebab Kian Suburnya Kemurtadan di Negeri Islam

Sebarkan artikel ini
Hawilawati, S.Pd (Pemerhati Keumatan)

TEGAS.CO,. NUSANTARA – Tersiar berita dari berbagai sumber, bahwa Putri Presiden Proklamator Soekarno, Sukmawati Soekarnoputri, dihari ulang tahunnya yang ke-70, selasa tanggal 26 Oktober 2021 telah menjalani upacara Sudhi Wadani yang digelar di Kawasan Sukarno Center Heritage di Bale Agung Singaraja, Kabupaten Buleleng, Bali.

Merujuk pada jurnal berjudul Legalitas Upacara Sudhi Wadhani dalam Hukum Hindu, Sudhi Wadani adalah upacara pengukuhan janji seseorang secara tulus dan hati suci menganut agama Hindu. (cnnindonesia.com 26/10/21)

Keadaan penolakan dalam ucapan atau perbuatan yang dilakukan oleh seseorang yang dulunya memeluk agama Islam ke agama lain di dalam Islam dikategorikan sebagai tindakan kemurtadan.

Kian suburnya tindakan kemurtadan di negeri muslim terbesar di dunia ini, bukanlah sesuatu yang dinafikan. Itu terjadi tentu bukan tanpa sebab. Adapun beberapa sebab merebaknya perbuatan tersebut, diantaranya :

  1. Buah Ideologi Sekulerisme.

Disadari atau tidak, ideologi Sekulerisme (memisahkan agama dengan kehidupan) yang merasuk negeri Islam ini, sangat nyata melahirkan berbagai kebebasan kehidupan, baik kebebasan berpikir, berprilaku dan beragama. Sehingga, fenomena murtad terjadi di negeri ini seakan hal yang biasa, dan itu dipandang hanya sebagai urusan individu saja.

  1. Hilangnya Fungsi Negara Menjaga Agama (Hifzh Ad-Diin)

Agama dan kekuasaan bagaikan dua sisi mata uang, artinya keduanya satu paket tidak dapat dipisahkan. Agama adalah pondasinya, kekuasaan adalah penjaganya.

Kekuasaan tanpa pondasi (agama) akan hancur (roboh), sementara agama tanpa penjaga maka akan hilang.

Saat ini keduanya tiada berfungsi bersamaan, sebab ideologi Sekulerisme yang memisahkan agama dari segala aspek kehidupan.

Dengan demikian, kondisi negeri ini sangat dirasa semakin menjadi-jadi rusak, karena fungsi negara dalam menjaga agama warganya (hifzh Ad-diin) telah hilang. Alhasil banyak orang yang mudah mempermainkan agama dengan gonta ganti keyakinan.

Perkara ini adalah dosa besar, yang seharusnya bagi negara tidak boleh dibiarkan. Namun, disinilah letak kerusakan negari saat ini, gonta ganti agama seakan adalah kebebasan individu yang tidak boleh diatur karena dinilai sebagai hak azazi manusia (HAM).

Memang benar, tiada paksaan untuk memeluk Islam, namun hal ini hanya berlaku bagi non muslim.

Sementara jika seseorang sudah meyakini Aqidah Islam, maka negara akan menjaganya agar tetap berada dalam keimanan. Dan tentunya, wajib bagi setiap muslim untuk menjaga Aqidah Islamnya sendiri.

Peran negara menjaga Aqidah Islam warganya adalah sebagai bentuk kasih sayang negara kepadanya, agar tetap berada dalam keselamatan dunia akhirat dan pertanggungjawabannya dihadapan Allah kelak.

Untuk menjalankan fungsinya maka negara pun akan melegalkan sanksi tegas bagi yang murtad hingga diberlakukan hukuman mati.
Sanksi murtad dengan hukum mati, bukanlah keinginan seorang kepala negara, tetapi telah ditetapkan oleh Allah Azza Wajalla dalam bentuk hudud.

Hukuman (mati) tersebut dilakukan untuk mencegah orang dari main-main dalam agama, agar tidak leluasa dan seenaknya keluar dari agamanya.

Dalam kitab Al-Umm, Imam Syafi’i berkata seseorang yang berpindah meninggalkan kesyirikan menuju keimanan, kemudian dia berpindah lagi dari keimanan menuju kesyirikan, maka jika orang itu adalah orang dewasa baik laki-laki maupun perempuan dia diminta bertaubat. Jika dia bertaubat, maka taubatnya itu diterima. Namun jika dia tidak bertaubat, maka dia harus dihukum mati.

“Sesungguhnya orang-orang yang telah menyatakan beriman kemudian menjadi kafir, lalu beriman lagi, lalu menjadi kafir lagi, kemudin bertambah-tambah dalam kekafirannya, maka Allah tidak akan mengampuni mereka dan tidak akan memberi mereka petunjuk kepada jalan (yang lurus).” (QS. An-nisa : 137)

  1. Lemahnya Aqidah

Tak cukup menyatakan diri sebagai muslim, namun harus dibuktikan dengan perbuatan. Disinilah betapa pentingnya menguatkan Aqidah seorang muslim, tidak boleh ragu sedikitpun walau hanya 1 %. Harus yakin secara sempurna agar tidak goyah tatkala dihadapkan dengan persoalan hidup.

Menguatkan aqliyah (pola pikir) dan Nafsiyyah (pola sikap) serta menghindarkan hal-hal yang melemahkan iman sebagai upaya untuk menjaga pribadi muslim agar tetap memiliki keyakinan yang kuat terhadap agamanya sendiri.

Sungguh sangat merugi bagi seseorang yang telah diberi nikmat iman namun ia lepaskan. Amalan yang sebelumnya memiliki nilai namun sejatinya ia tidak mendapatkan apa-apa. Seakan ada namun tiada, bagaikan fatamorgana.

“Dan orang-orang kafir, amal-amal mereka adalah laksana fatamorgana di tanah yang datar, disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi bila didatangi air itu, dia tidak mendapati sesuatu pun.” [an-Nûr/24:39].

Allah subhanahu wata’ala juga berfirman :

“Barang siapa mencari agama selain agama Islam maka sekali-kali tidak akan diterima (agama itu) daripadanya.” (Ali Imran: 85).

Dalam firman Allah Swt yang lain :
“Dan siapa saja dari kalian yang murtad dari agamanya lalu ia mati dalam kondisi kafir, maka mereka itu sia-sia amalnya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.” (Al-Baqarah: 217).

Disinilah urgensinya keberadaan negara berazaskan Aqidah Islam, sehingga dapat melaksanakan fungsi negara secara sempurna sesuai tuntunan syariat Allah.

Kasus murtad bukan sekedar menjadi tontonan, pemberitaan atau sekilas info menuai pro dan kontra, karena di dalam Islam tindakan tersebut sudah sangat nyata perbuatan dosa besar, pelakunya akan ditindak tegas oleh negara, hingga tidak ada yang lain berusaha untuk menirunya. Wallahu’alam bish-showwab.

Penulis: Hawilawati, S.Pd (Pemerhati Keumatan)

Editor: Yusrif

Terima kasih

error: Jangan copy kerjamu bos