Example floating
Example floating
Iklan ramadhan 2024 arkam
Opini

Pantai Namboku Kini, Akankah Kembali ?

586
×

Pantai Namboku Kini, Akankah Kembali ?

Sebarkan artikel ini
Siti Eva Rohana, S.Si (Guru dan Pemerhati masalah publik)

TEGAS.CO,. NUSANTARA – Dulu aku pernah mendengar tentang negeri Gemah Ripah Loh Jinawi. Tanahnya subur bahkan tongkat kayu jadi tanaman. Hutan sawah ladang membentang seluas mata memandang. Lautan dipenuhi ikan ,terumbu karang dan segala macam hewan.

Begitulah kutipan puisi “Indonesiaku Kini” bercerita bahwa kini Indonesia tak seperti dulu lagi. Begitupula yang terjadi pada pantai Namboku, sebuah pantai yang terletak diwilayah Indonesia timur kinipun tak seperti dulu lagi. Airnya keruh, lingkungannya tercemar dan tak lagi indah dipandang akibat adanya aktivitas tambang ilegal oleh tangan- tangan manusia nakal.

Kepolisian Daerah Sulawesi Tenggara (Polda Sultra) turun tangan menyelidiki tambang pasir ilegal di Kecamatan Nambo, Kota Kendari. Pemerintah Kota Kendari mengklaim aktivitas penambangan pasir yang dilakukan PT NET tersebut ilegal. Apalagi, Pantai Nambo, Kota Kendari, Sultra, turut tercemar akibat aktivitas ilegal PT NET yang belum memiliki izin tersebut. (tribunnewssultra.com 6/10/21)

Tambang Pasir Silika di Nambo dilakukan PT NET dan telah membawa pasir bertongkang-tongkang ke PT PT Virtue Dragon Nikel Industri (VDNI) melalui Jetty PT TAS. Direktur PT NET merupakan istri seorang Tenaga Kerja China bernama Mr. Hao. Sementara Mr Hao adalah pemodal dari aktivitas tambang PT NET selama ini (Kendarimerdeka.com 13/06/21)

Lurah Nambo, Rajamudin membenarkan bahwa PT NET ini masih beroperasi. Dia menuturkan, masyarakat tak mungkin melarang karena perusahaan mempekerjakan tenaga lokal. Namun soal izin dia tak begitu tau. Karena selama ini izin aktivitas perusahaan tidak pernah disampaikan ke Kelurahan (Kendarimerdeka.com 13/06/21)

Meskipun ilegal faktanya telah menghasilkan keuntungan besar tak peduli dengan kerusakan lingkungan yang ditimbulkan. Lalu mengapa upaya yang dilakukan pemerintah terkesan lamban bahkan terasa sulit untuk menghentikan aktivitas illegal tersebut? Jika sedari awal pemerintah telah menenetapkan pelarangan adanya aktivitas pertambangan dikawasan pantai nambo, semestinya sedari awal pula hukuman tegas diberikan kepada pihak yang melanggar, tanpa harus menunggu kawasan tersebut tercemar.

Menelisik bagaimana kerusakan lingkungan yang ditimbulkan sebetulnya bukan hanya terjadi pada wilayah yang disebut sebagai kawasan bukan area pertambangan. Setiap pertambangan pasti merusak lingkungan bahkan Kepala Kampanye Jatam (Jaringan Tambang) Nasional Melky Nahar menyebutkan Tidak pernah ada upaya pihak perusahaan menjaga lingkungan seperti yang disyaratkan pemerintah dalam setiap menerbitkan izin usaha pertambangan.

Izin operasi didapat dengan cara memberikan iming-iming pekerjaan lokal dan ekonomi rakyat di sekeliling wilayah tambang. Sebabnya mencapai keuntungan yang maksimal tanpa memikirkan kesejahteraan rakyat sudah menjadi tujuan korporasi dalam habitat kapitalisme. Di mata korporasi, rakyat hanya dimaknai sebagai huge market bagi produksi yang siap diperas tenaganya.

Bukan hanya rakyat, lingkungan pun hanyalah faktor produksi yang harus dieksploitasi. Tak pedulikan kerusakan lingkungan yang ditimbulkan. Kerakusan dan ketamakan telah mengalahkan rasa peduli pada sesama, apalagi pada alam raya.

Eksploitasi SDA oleh swasta sebetulnya dapat dicegah jika negara tidak lagi menjadikan kapitalistik sebagai landasan sistem ekonomi, sebab sistem ekonomi kapitalisme telah menjadikan mekanisme pasar bebas untuk melegalkan eksploitasi seluruh SDA oleh korporasi. Tidak ada pengaturan kepemilikan yang jelas sehingga apa pun bisa diprivatisasi, tentu kerusakan lingkungan dan penderitaan rakyat akan terus terjadi.

Berbeda dengan kapitalis, sistem islam dengan ekonomi pasar syariahnya berpandangan bahwa seluruh kekayaan yang ada di alam ini harus dialokasikan secara adil menurut aturan syariah. Sistem ekonomi Islam membagi kepemilikan menjadi tiga bagian: kepemilikan individu, kepemilikan umum, dan kepemilikan negara.

Sistem ekonomi Islam hanya memberikan ruang kompetisi antarindividu pada kepemilikan individu. Adapun kepemilikan umum dan negara masuk ke Baitulmal dan dikelola negara.

Kepemilikan umum adalah izin asy-syari’ kepada suatu komunitas untuk bersama-sama memanfaatkan suatu benda. Artinya, harta benda yang masuk kategori kepemilikan umum tidak boleh dimiliki individu, tetapi diperuntukkan bagi suatu komunitas, karena mereka saling membutuhkan. Maka, privatisasi atas kepemilikan umum adalah terlarang.

Apa saja yang menjadi kepemilikan umum, telah dibagi menjadi tiga jenis, barang kebutuhan umum, barang tambang yang besar, dan sumber daya alam yang sifat pembentukannya menghalangi dimiliki individu.

Pertama, barang kebutuhan umum. Yaitu segala barang atau harta yang masuk kategori fasilitas umum. Yang jika tidak ada dalam suatu negeri atau dalam komunitas tertentu. Maka akan menimbulkan sengketa dalam mencarinya. Dengan kata lain, apa saja yang dianggap sebagai kepentingan manusia secara umum, Misal sumber-sumber air, padang penggembalaan, kayu bakar, energi listrik, dsb.
“Bahwasanya Rasulullah Saw. telah bersabda, ‘Ada tiga hal yang tidak akan pernah dilarang (untuk dimiliki siapa pun): air, padang penggembalaan, dan api.’” (HR Ibnu Majah)

Kedua, Tambang yang besar. Barang tambang dapat dikelompokkan menjadi dua; yaitu barang tambang yang jumlahnya terbatas, maka ini boleh dimiliki individu. Dan barang tambang yang besar atau tidak terbatas, maka tambang ini masuk pada kepemilikan umum dan haram untuk dimiliki individu.

Ketiga, Sumber daya alam (SDA) untuk umum. SDA yang dimaksud adalah SDA yang sifat pembentukannya mencegah untuk dimiliki secara pribadi. Jenis barang ini berbeda dengan kelompok jenis barang yang pertama, yang dari segi zatnya memang boleh dimiliki individu, seperti air yang boleh dimiliki individu jika jumlahnya sedikit.

Namun demikian, kepemilikan sumber daya air itu memiliki ‘illat, yaitu akan menjadi terlarang untuk dimiliki oleh individu apabila sumber daya air itu dibutuhkan oleh suatu komunitas masyarakat tertentu.

Oleh karena itu, jika jenis barang pertama berbicara dari segi zatnya. Sedangkan jenis barang ketiga ini status kepemilikan umumnya ditinjau dari segi faktanya, yaitu barang-barang ini adalah barang yang tidak mungkin dimiliki individu.

Dengan demikian yang masuk dalam kelompok ini adalah harta benda yang mencakup kemanfaatan umum, seperti sungai, laut, tanah-tanah umum, teluk, selat, gunung dsb. Termasuk juga dalam kelompok ini adalah masjid, sekolah, milik negara, rumah sakit negara, lapangan, tempat penampungan, jalan raya, jembatan, dsb.

Begitulah gambaran sebagian hukum Allah Swt, yang jika diterapkan dapat membuat negara mampu melaksanakan perannya dengan baik dan mencegah dari perbuatan nakal pihak yang tidak bertanggungjawab. Aturan pembagian kepemilikan ini hanya akan terlaksana jika syariat Islam secara utuh diterapkan secara kaffah dalam bingkai Daulah Khilafah Islamiah.

Penulis : Siti Eva Rohana, S.Si (Guru dan Pemerhati masalah publik)

Editor: Yusrif

Terima kasih