Example floating
Example floating
Iklan ramadhan 2024 arkam
Opini

Akankah Jadi Solusi, Integrasi Eijkman ke BRIN dalam Produksi Vaksin

910
×

Akankah Jadi Solusi, Integrasi Eijkman ke BRIN dalam Produksi Vaksin

Sebarkan artikel ini
Marni,S.P (Pemerhati Sosial)

TEGAS.CO.,Baru-baru ini Pemerintah mengeluarkan kebijakan baru yakni Peleburan Tim waspada Covid-19  kepada pembina izin dari lembaga Eijkman atau ke badan riset dan inovasi nasional atau BRIN.

Per tanggal 1 Januari 2022 resmi mengundurkan diri dari riset vaksin merah putih. Mantan kepala LBM Eijkman, Amin Soebandrio mengatakan saat ini lembaga yang telah beroperasi selama 33 tahun itu tidak lagi bisa berkontribusi karena sebagai alat deteksi telah dialihkan ke laboratorium milik BRIN di Cibinong Jawa Barat.

“Kalaupun kemudian kebutuhannya meningkat seperti bulan-bulan sebelumnya (upaya deteksi) akan terganggu karena Eijkman adalah salah satu kontributor terbesar, sebelumnya malah paling besar”, kata Amin kepada BBC News Indonesia, Senin (3/1).

Senada dengan Ahli Biologi  Molekuler Ahmad Rusdan Utomo menuturkan situasi itu akan membuat tim yang telah terbentuk untuk melaksanakan tugas –tugas riset dan deteksi Covid -19 menjadi “terdisrupsi”. Padahal menurut dia, Eijkman  telah memberikan kontribusi yang sangat nyata dalam penanganan pandemi dan meringankan beban pemerintah sejak awal pandemi.

Sebagaimana yang dilansir TEMPO.CO, Jakarta – Pelaksana tugas Kepala Pusat Riset Biologi Molekuler Eijkman, Wien Kusharyoto, mengatakan bahwa riset vaksin Merah Putih tetap dilanjutkan meski puluhan penelitinya diberhentikan.

“Vaksin Merah Putih tetap berjalan,” ujar Wien kepada Tempo, Ahad, 2 Januari 2022. Pemberhentian para peneliti ini merupakan dampak atas bergabungnya Eijkman ke Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).

Dampak dari peleburan ini Sebanyak 71 peneliti honorer tidak diperpanjang atau diberhentikan kontraknya. Menanggapi kebijakan ini respons Netizen beragam, mulai dari kesedihan hingga ada juga yang bertanya-tanya, seperti cuitan yang ditulis oleh salah satu pengguna twiter, ”loh kok kenapa begitu? Independensi Eijkman gimana? jujur aku berharap Eijkman bisa bikin obat covid paling tidak vaksin yang cocok dengan kondisi Indonesia.”

Begitu juga yang ditulis oleh akun FB ku sensor “jadi lembaga biologi molekuler Eijkman Institute masih ada atau bubar Jalan?  Sedih mendengarnya.”  padahal Pak Habibie dan Pak Sangkot bersusah payah hidup kan kembali pasca tragedi Achmad Muchtar yang mati suri”.

Oleh karena itu penelitian terkait vaksin memang menjadi salah satu upaya yang sudah semestinya dilakukan oleh pemerintah sebagai wujud jaminan dan tanggung jawab kepada rakyat. Begitu pula dengan pihak-pihak yang terlibat dalam riset tersebut.

Harus dipastikan memiliki kualitas dan kapasitas terbaik. Naas politik demokrasi kapitalis yang diterapkan saat ini telah menggadaikan standar tersebut dengan kepentingan pihak tertentu.  Sebagaimana komentar legislator Partai Demokrat Sartono Hutomo yang juga menyinggung peleburan eijkman ini.

Menurut Sartono apabila terkait masalah SDM seharusnya tidak akan terjadi polemik jika ada tanggung jawab ke depan. Jangan sampai ada kesan menyingkirkan sebagaimana yang terjadi pada pegawai KPK yang diberhentikan lewat proses TWK dan tidak juga agar tidak ada spekulasi lain karena BRIN terkait dengan partai politik.

Inilah bentuk jaminan kesehatan dalam sistem ekonomi kapitalis. Sistem ini tidak pernah menjadikan hafdzan nafs atau menjaga jiwa sebagai prioritas, sebab orientasi dalam sistem ini hanyalah pada kepentingan dan keuntungan. Sangat berbeda dengan sistem Islam yang disebut Khilafah. Menjadikan negara sebagai pelayan dan penjamin rakyat, seperti hadis Rasulullah SAW ini ” Imam (khilafah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggun jawab atas pengurusan rakyatnya” (HR al Bukhari).

Sistem yang disebut Imamah atau Khilafah, lahir dari hukum syara’, bukan lahir dari para pemikir di kalangan manusia. Dengan demikian kedudukannya lebih kuat karena yang menetapkannya adalah Sang Pencipta manusia. Sistem kekhalifahan memiliki perbedaan diametral dengan sistem demokrasi yang diterapkan dunia saat ini.

Pemimpin dalam demokrasi hanya berfungsi sebagai lembaga eksekutif yang menjalankan amanat rakyat. Dalam praktiknya, yang disebut “rakyat” tersebut hanyalah sebatas pada para pemilik modal dan kekuatan.

Tak heran jika kemudian pemimpin hanya berfungsi sebagai fasilitator, yakni memberikan fasilitas bagi orang-orang bermodal untuk menguasai negara. Sementara dalam Islam, pemimpin memiliki dua fungsi utama, sebagai raa’in dan junnah bagi umat.

Maka orientasi dalam mengurus kebutuhan rakyat termasuk di dalamnya pelayanan kesehatan, yakni berupa penyediaan vaksin, Khilafah akan melakukan dengan sebaik-baiknya seperti perintah syarah. Adapun mekanismenya sebagai berikut:  dalam Khilafah ketersediaan sumber daya manusia yang berkualitas dan terkualifikasi untuk melakukan penelitian jumlahnya sangat mumpuni.

Hal ini disebabkan karena sistem pendidikan dalam Khilafah yang berbasis Aqidah Islam sehingga output generasi yang dihasilkan mereka memiliki saksyah Islam dan keilmuan yang mereka miliki digunakan untuk kebaikan umat manusia dan kebudayaan Islam.

Jika mereka sangat ahli dan Mahir dalam bidang biologi molekuler dan keilmuan yang lain untuk pembuatan vaksin mereka tidak akan segan-segan untuk mencurahkan keilmuan mereka untuk umat.

Selain itu pendidikan dalam  Khilafah gratis dengan segala pelayanannya dan tidak berorientasi profit seperti pendidikan sekarang. Khilafah akan membiayai pendidikan mulai dari penyediaan gedung, buku penunjang, pengajar yang berkualitas dan sebagainya.

Sehingga bagi calon peneliti yang masuk ke dalam Academy lembaga penelitian khilafah, mereka mendapat edukasi secara gratis dan berkualitas. Pun khilafah akan mendukung lembaga penelitian dalam mengembangkan inovasi yang bermanfaat bagi umat.

Khilafah akan membiayai penelitian tersebut sehingga para peneliti dapat fokus mencari dan memproduksi vaksin yang halal, aman, efektif, dan efisien. Semua pembiayaan tersebut dapat Khilafah penuhi sebab sumber dana negara Khilafah bukan berasal dari utang dan pajak, melainkan dari Baitul Mal.

Untuk pembiayaan jaminan dan pelayanan publik seperti kesehatan, Pendidikan keamanan, Khilafah akan mengambil dana dari pos kepemilikan negara dan umum. Dana pos kepemilikan negara berasal dari harta Fa’I, kharaj, jizyah, ghanimah, dan sebagainya.

Sedangkan dana pos kepemilikan umum berasal dari pengelolaan sumber daya alam secara mandiri oleh Khilafah tanpa campur tangan asing.

Inilah dukungan penuh Khilafah terhadap sains dan kesehatan akan memacu para peneliti di bidang medis untuk menemukan obat atau vaksin yang tervalidasi keakuratan vaksinnya. Karena para ilmuwan dan sarjana diera khilafahan berlomba-lomba meracik dan menciptakan beragam obat-obatan.

Pencapaian umat Islam yang begitu gemilang  dalam bidang kesehatan dimasa keemasan tak lepas dari bidang farmakologi dan farmasi, mereka berhasil melakukan penelitian ilmiah mengenai komposisi, dosis penggunaan dan efek dari obat-obatan sederhana serta campuran.

Dengan demikian Islam memberikan ruang yang luas bagi para pakar untuk mengimplementasikan ilmu mereka dan negara Islam hadir untuk membiayai dan memanfaatkan hasil riset untuk kemaslahatan umat. Bukan vaksin yang berorientasi pada profit dan kepentingan pihak tertentu, serta kedaulatan yang tergantung pada negara adidaya dan membuat negeri ini ketergantungan dengan dikte kapitalis global.

Inilah Khilafah Islam sebuah negara yang menyejahterakan, membawa kemaslahatan dan perubahan hakiki ke arah yang lebih baik untuk semesta alam.

Wallahu a’lam bishawab

Oleh : Marni,S.P (Pemerhati Sosial)

Editor: H5P

Terima kasih