Example floating
Example floating
BeritaBerita UtamaNasionalSulawesi Tenggara

Sinergi Berantas Korupsi, Solusi Ataukah Ilusi

306
×

Sinergi Berantas Korupsi, Solusi Ataukah Ilusi

Sebarkan artikel ini
Sinergi Berantas Korupsi, Solusi Ataukah Ilusi
Satriah Ummu Aulia (Pengurus MT Mar Atul Mut Mainnah)

TEGAS.CO,. NUSANTARA – Setiap 9 Desember diperingati Hari Anti Korupsi Sedunia (Harkodia). Sebagaimana peringatan dan perayaan hari penting lainnya selalu diusung tema yang berbeda setiap tahunnya. Begitupun Harkodia pada Desember tahun 2023 ini.

Dirangkum dari laman KPK, tahun ini Hakordia mengusung tema “Sinergi Berantas Korupsi, Untuk Indonesia Maju”. Dengan mengusung tema tersebut, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ingin mengikut sertakan peran masyarakat untuk berpartisipasi.

Dalam hal ini Kata “Sinergi” mencakup kerjasama yang melibatkan partisipasi semua pihak dalam upaya menghilangkan tindakan korupsi. Ini mencerminkan semangat optimisme Indonesia untuk bersatu dalam mengatasi masalah korupsi.

Yakni, dalam meningkatkan kesadaran dalam memberantas para koruptor yang ada, khususnya di Indonesia. Lewat perannya, KPK berharap masyarakat menjadi faktor utama yang selalu mempunyai inisiatif.

Sejalan dengan tema ini kemudian KPK juga meluncurkan logo Hari Anti Korupsi Sedunia melalui laman resminya. Logo ini merupakan logo abstrak yang menggambarkan semangat masyarakat dalam melawan dan memberantas para koruptor. Menampilkan ilustrasi orang yang saling merangkul erat dan bersatu dan perpaduan warna yang banyak menimbulkan kesan keanekaragaman.

Yang menjadi pertanyaan akankah persoalan Korupsi dinegeri ini bisa terselesaikan hanya dengan membangun sinergitas antar elemen masyarakat atau dengan pembuatan logo, peringatan hari dengan tema tertentu dan semacamnya. Ataukah sebaliknya pemberantasan Korupsi di negeri ini akan tetap menjadi sebuah Ilusi.

Jawaban atas pertanyaan ini tentu sudah bisa kita telaah. Ya, ibarat menegakkan benang basah, sepertinya inilah pribahasa yang tepat untuk menggambarkan upaya pemberantasan korupsi di negeri ini. Bagaimana tidak, rakyat kembali dibuat sakit hati.

Lembaga yang dielu-elukan akan mampu membawa perubahan dan perbaikan bagi bangsa malah terdapat kejahatan tertinggi kasus korupsi disana yaitu pemerasan. Marwah KPK benar-benar tercoreng setelah ditetapkannya ketua KPK sebagai tersangka (detiknews.com, 23/11/2023)

Kasus korupsi semakin menjadi. Mulai dari desa, pemerintahan hingga penegak hukum sendiri tak lepas dari jeratannya. Berdasarkan data Indonesia Corruption Watch (ICW), ada 579 kasus korupsi yang telah ditindak di Indonesia sepanjang tahun 2022.

Jumlah itu meningkat 8,63% dibandingkan pada tahun sebelumnya yang sebanyak 533 kasus. Dari berbagai kasus tersebut, ada 1.396 orang yang dijadikan tersangka korupsi dalam negeri. Jumlahnya juga naik 19,01% dibandingkan pada tahun 2021 yang sebanyak 1.173 tersangka. (dataIndonesia.id, 21/3/2023)

Pada tahun 2023 ini, tingkat perilaku antikorupsi masyarakat Indonesia terpantau memburuk. Hal ini tercermin dari data Badan Pusat Statistik (BPS) tentang Indeks Perilaku Anti korupsi (IPAK) yang sebesar 3,92 poin pada 2023. Skor ini turun 0,01 poin dibandingkan pada tahun sebelumnya yang sebesar 3,93 dengan skala 0-5. Semakin rendah skornya, maka kian permisif sikap masyarakat terhadap perilaku korupsi. (dataIndonesia.id, 06/11/2023)

Berdasarkan beberapa kondisi maka bisa kita nilai bahwa upaya pemberantasan korupsi dengan membangun sinergitas antara elemen masyarakat hanya akan menjadi Ilusi belaka. Mengingat terdapat pihak ditubuh KPK sendiri yang terlibat kasus yang serupa.

Dalam sistem politik Demokrasi saat ini tidak mengherankan jika Korupsi tumbuh subur. Sebab, sistem ini bisa dikatakan sistem yang ramah terhadap koruptor. Dalam sistem ini hukum atas pelaku korupsi sangat lemah.

Bisa kita lihat dari kebijakan hukum yang memberikan remisi atas para pelaku, bahkan terkadang ada pelaku korupsi yang bebas bersyarat. Tidak hanya itu, mantan narapidana koruptor tidak kehilangan hak nya untuk mencalonkan diri dalam pemilu. Artinya, secara tidak langsun seolah para mantan narapidana korupsi ini berkesempatan untuk mendapatkan kedudukan tinggi dihadapan publik.

Tidak hanya itu politik Demokradi yang asasnya adalah sekulerisme yakni pemisahan agama dari kehidupan, membuat politik itu kering dari nilai agama. Dalam sistem ini orang menduduki jabatan orientasinya bukan lagi berdasarkan amanah Allah dan Ibadah kepadaNya. Melainkan, orientasi materi dan kepentingan semata. Hal ini dikarenakan dalam sistem ini biaya politik sangatlah mahal.

Dalam sistem ini, siapapun yang hendak menduduki kursi jabatan dinegeri ini harus mengeluarkan biaya, baik itu biaya kampanye ataupun sekedar sogokan (serangan fajar) untuk membeli suara hati rakyat. Biaya ini tentu nya didapatkan dari sokongan pihak tertentu dalam hal ini pemilik modal yang mengharap keuntungan setelah mereka menjabat.

Hal seperti inilah yang kemudian membuka ruang penyalahgunaan kekuasaan dan memunculkan konflik kepentingan pribadi pejabat dan golongannya, salah satunya dengan jalan korupsi.

Berbeda dengan saat ini, Islam memiliki mekanisme tersendiri dalam memberantas korupsi.

Pertama, adanya pemberian gaji dan tunjangan yang layak bagi para pejabat. Hal ini merupakan sesuatu yang niscaya sebab didukung oleh sistem ekonomi yang baik yang dimana semua SDA dikelola oleh negara dengan tujua untuk mensejahterakan umat.

Kedua, adanya larangan pemberian hadiah ataupun suap kepada para pejabat negara, karena hal ini bisa mempengaruhi mental mereka.

Ketiga, akan dilakukan penghitungan kekayaan para pejabat diawal mereka menjabat dan di akhir mereka menjabat. sebagaimana yang dilakukan oleh Khalifah Umar Bin Khattab, para aparat pemerintah melakukan penghitungan kekayaan diawal serta diakhir masa jabatannya.

Orang yang korupsi cenderung mempunyai kekayaan yang semakin banyak dan cepat, meskipun orang yang cepat kaya tidak selalu karena korupsi. Sehingga pembuktian terbalik akan menjadi solusi jika harta yang diperolehnya dari jalan yang benar. Namun, jika harta yang diperoleh dari jalan korupsi maka juga akan secara mudah teridentifikasi.

Keempat, adanya ketaqwaan individu yang benar-benar ditanamkan secara kokoh tak terkecuali juga pada aparat pemerintahan. Ketaqwaan kepada Allah akan mencegah seseorang berbuat korupsi, karena dia meyakini bahwa Allah menyaksikan apa yang dilakukannya dan semua itu akan dimintai pertanggung jawaban saat penghisaban diakhirat kelak.

Yang terakhir adalah adanya hukuman setimpal yang diterapkan berdasarkan aturan islam kepada koruptor. Hukum sanksi berfungsi sebagai pencegah, mulai dari sanksi yang paling ringan seperti sekedar teguran atau nasehat dari hakim, hukuman penjara, pengenaan denda (gharamah), pengumuman pelaku dihadapan publik atau media massa (tasyhir), hukuman cambuk, hingga sanksi yang paling tegas yaitu hukuman mati. Berat ringannya hukuman ta’zir ini disesuaikan dengan berat ringannya kejahatan yang dilakukan.

Olehnya, jika hendak menyelesaikan persoalan korupsi di negeri ini, tidak ada salahnya jika kita mengambil mekanisme Islam. Dan mekanisme ini hanya akan terwujud ketika terdapat institusi yang menerapkannya. Wallahu A’lam

Penulis: Satriah Ummu Aulia (Pengurus MT Mar Atul Mut Mainnah)

Editor: Redaksi

Terima kasih