
TEGAS.CO, BAUBAU – Lembaga Adat Kesultanan Buton mendapat kunjungan kerja Sara Kadie Wabula dalam rangka membahas permasalahan tanah adat, Minggu (26/1/2025)
Berawal dari rencana Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Buton dalam program PTSL yang akan menyasar 3.500 bidang tanah di 15 desa, termasuk Desa Wabula 1 dan Desa Wabula.
Program ini bertujuan yyyyy zaman dahulu.
Hal itu berdasarkan kekuatan hukum tanah adat di Indonesia didasarkan pada Undang-Undang Agraria (UUPA) tahun 1960.
UUPA ini menyatakan bahwa hukum adat merupakan dasar dari hukum pertanahan di Indonesia.
Parabela Kadie Wabula Makmur S.H. mengatakan, persoalan sertifikat tanah adat Wabula oleh pemerintah dan Pertanahan dalam rangka program PTSL awalnya di sambut baik dan telah diikuti oleh perangkat Sara Wabula dalam proses yang berlangsung cukup lama.
“Sekitar 10% tanah adat yang diidentifikasi digunakan 1800-an KK akan diberikan sertifikat tanah oleh BPN Kabupaten Buton dalam program PTSL,” katanya
Hak pakai yang disepakati awalnya sebagai bagian dari tanah adat, dan selama ini prosesnya berlangsung tanpa ada kendala, namun ada oknum yang mencoba seolah dipaksakan untuk mengubah status hak pakai menjadi hak milik dari status tanah adat ex wilayah Kesultanan Buton.
Di jelaskannya, tanah adat merupakan kewenangan, yang menurut hukum adat, dimiliki oleh masyarakat hukum adat atas wilayah tertentu yang merupakan lingkungan warganya, kewenangan ini memperbolehkan masyarakat untuk mengambil manfaat dari sumber daya alam, bagi kelangsungan hidupnya.
“Namun tidak untuk dimiliki secara utuh sebagai milik pribadi atau diklaim sebagai milik negara karena itu adalah bagian dari Adat yang diwariskan leluhur Buton masa lampau,” jelasnya
Masyarakat Hukum Adat Wabula hidup berdasarkan hukum adat dan memiliki ikatan kuat pada asal-usul leluhur di Kabupaten Buton, Provinsi Sulawesi Tenggara.
Diungkapkannya, Sara Wabula selama ini tidak akan mempermasalahkan jika masyarakat ingin mendaftarkan hak pakai atas tanah dan bangunan yang dimiliki namun harus sesuai ketentuan dan aturan adat yang selama ini dipertahankan dan dilaksanakan.
Sementara itu Pangka Kenepulu H. Idrus Taufiq Saidi, S.Kom, M.Si mengatakan, pihaknya menyadari bahwa filosofi pembangunan seharusnya memberikan manfaat bagi masyarakat yang merasakannya.
Permasalahan hukum tanah adat menyangkut seperangkat norma, aturan, dan kebiasaan yang mengatur penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah yang tumbuh dan berkembang dalam kehidupan masyarakat adat di Indonesia.
“Hukum ini berakar pada tradisi dan budaya lokal yang diwariskan secara turun-temurun, serta menjadi bagian dari sistem hukum tidak tertulis yang berlaku di suatu wilayah tertentu,” katanya
Ciri utama hukum tanah adat adalah:
- Komunalitas: Tanah sering dianggap sebagai milik bersama komunitas atau kelompok masyarakat adat, bukan milik individu.
- Keterikatan dengan adat istiadat: Pengaturan tanah dilakukan berdasarkan tradisi dan nilai-nilai adat yang hidup dalam masyarakat.
- Keseimbangan: Hukum tanah adat sering menekankan keseimbangan antara manusia, alam, dan roh leluhur.
- Fleksibilitas: Hukum ini cenderung tidak kaku dan dapat menyesuaikan dengan perubahan situasi dalam masyarakat adat.
Sehingga dengan permasalahan Sara Kadie Wabula ini Lembaga Kesultanan Buton akan berupaya memberikan legalitas administrasi berupa penyampaian dan bersurat secara resmi kepada pemda dan Pertanahan Kabupaten Buton serta pihak-pihak terkait.
“Agar permasalahan ini mendapatkan solusi dan tidak merugikan pihak-pihak yang akan menimbulkan konflik dikemudian hari,” sebutnya
Komentar