
Andoolo, TEGAS.CO, 17 Juni 2025 – Konflik agraria yang telah berlangsung hampir tiga dekade di Kecamatan Angata, Kabupaten Konawe Selatan, memasuki babak baru.
Aliansi Masyarakat Tani (AMT) Konawe Selatan, didukung sejumlah organisasi masyarakat sipil, hari ini secara resmi melaporkan PT Marketindo Selaras (PT MS) ke Kejaksaan Negeri Konawe Selatan atas dugaan kejahatan korporasi. Aksi damai menyertai penyerahan laporan tersebut.
Selama bertahun-tahun, masyarakat setempat menderita akibat penguasaan lahan produktif mereka oleh PT MS dan perusahaan pendahulunya, PT Sumber Madu Bukari (SMB) dan PT Bukit Mandiri Permai (BMP).
Penggusuran paksa, intimidasi, hilangnya mata pencaharian, kerusakan lingkungan, dan trauma sosial menjadi dampak pahit yang mereka rasakan.
Operasional PT MS yang diduga tanpa dilengkapi Hak Guna Usaha (HGU), Izin Usaha Perkebunan (IUP), dan dokumen lingkungan, semakin memperparah situasi. Upaya damai sebelumnya, termasuk dialog dengan pemerintah daerah dan mediasi adat, tidak membuahkan hasil.
Enam Poin Dugaan Pelanggaran Hukum:
Laporan yang disampaikan AMT kepada Kejaksaan Negeri Konawe Selatan merinci enam poin dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan PT MS dan perusahaan pendahulunya:
1. Usaha Perkebunan Tanpa HGU dan IUP: Operasional tanpa HGU dan IUP, melanggar Pasal 42 ayat (1) UU No. 39/2014 jo. UU No. 6/2023, Putusan MK No. 138/PUU-XIII/2015, dan Permen Pertanian No. 45 Tahun 2019.
2. Tidak Memiliki AMDAL dan Izin Lingkungan: Aktivitas skala besar tanpa dokumen AMDAL, melanggar Pasal 22 dan 24 UU No. 32/2009, dan Pasal 37 ayat (1) PP No. 22/2021.
3. Perubahan Komoditas Tanpa Persetujuan: Perubahan komoditas tanpa izin ulang, melanggar Pasal 5 dan 6 Permen Pertanian No. 98/2013, dan Pasal 39 UU No. 39/2014.
4. Penggusuran Paksa dan Intimidasi: Penggusuran paksa, penghancuran tanaman, dan intimidasi, melanggar Pasal 167 dan 170 KUHP, Pasal 9 dan 28 UU No. 39/1999 tentang HAM, dan prinsip FPIC (Free, Prior and Informed Consent).
5. Wanprestasi oleh Perusahaan Pendahulu (SMB & BMP): Pengambilalihan tanah konflik tanpa menyelesaikan kewajiban sebelumnya, melanggar Pasal 1338 KUHPerdata, dan prinsip successor liability dan wanprestasi.
6. Dugaan Pelanggaran Pasal 47 UU Perkebunan: Usaha budidaya tanpa legalitas formal, melanggar Pasal 47 ayat (2) UU No. 39/2014, berpotensi masuk ke ranah pidana korporasi.
Tuntutan Hukum dan Pemulihan Hak Rakyat:
AMT menuntut pencabutan seluruh perizinan PT MS dan pemulihan hak-hak rakyat, termasuk reforma agraria.
Mereka juga mendesak Kejaksaan Negeri Konawe Selatan untuk memanggil dan memeriksa pimpinan PT MS, menegakkan hukum korporasi sesuai UU No. 11/2021, dan menindak segala bentuk kekerasan terhadap warga.
Dinas Lingkungan Hidup (DLH) dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Konawe Selatan diminta menghentikan proses legalisasi lahan yang diajukan PT MS dan melakukan audit lingkungan secara transparan.
Aksi damai ini menandai langkah signifikan dalam perjuangan panjang masyarakat untuk keadilan dan pemulihan hak-hak mereka.
Kepala Kejaksaan Negeri Konawe Selatan, Ujang Sutisna, SH menyambut baik laporan masyarakat tersebeut.
” Saya terima laporan masyarakat daei sejumlah desa di Konsel. Menjadi atensi kami untuk penegakan,” kata Ujang kepada massa aksi.
PUBLISHER: MAS’UD
Komentar