
TEGAS.CO, Jakarta – Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara (Pemprov Sultra) menunjukkan komitmen dalam membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, akuntabel, dan berintegritas.
Dipimpin langsung oleh Gubernur Mayjen TNI (Purn) Andi Sumangerukka, jajaran kepala OPD melakukan kunjungan kerja ke Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI, Senin (10/6/2025).
Kunjungan ini merupakan bagian dari penguatan koordinasi dan pendampingan program Monitoring Controlling Surveillance for Prevention (MCSP) Tahun 2025 sebuah instrumen penting dalam pencegahan korupsi sejak tahap perencanaan hingga pelaksanaan program daerah.
Dalam pertemuan selama hampir tiga jam bersama Deputi Koordinasi dan Supervisi KPK, Gubernur menekankan bahwa langkah preventif harus dimulai sejak awal, bukan ketika masalah sudah terjadi.
“Langkah pencegahan harus dimulai dari hulu, bukan hilir. Kami menginisiasi pendampingan dari KPK agar setiap kebijakan berjalan sesuai ketentuan hukum,” ujar Gubernur di hadapan media.
Ia juga menegaskan bahwa peran KPK tidak hanya sebagai penegak hukum, tetapi sebagai mitra strategis pemerintah daerah dalam membangun budaya birokrasi yang transparan dan sadar hukum.
“Kami tidak ingin hanya berpegang pada formalitas. Butuh pemahaman hukum dan pengawasan sistematis agar pembangunan benar-benar berpihak pada masyarakat,” tegasnya.
Kunjungan ini turut dihadiri Ketua DPRD Sultra, Sekda Provinsi, para Asisten, Staf Ahli Gubernur, serta 31 pimpinan OPD di lingkungan Pemprov Sultra termasuk Bappeda, BPKAD, DPMPTSP, Dinas Kesehatan, Pendidikan, PUPR, RS Bahteramas, RS Jiwa, RS Jantung, hingga Dirut Bank Sultra.
Langkah ini menunjukkan keseriusan kolektif untuk menutup celah praktik korupsi dalam pemerintahan daerah.
Di tengah banyaknya kasus penyalahgunaan anggaran yang terjadi di berbagai wilayah Indonesia baik di kota besar, kabupaten, hingga desa langkah ini patut menjadi contoh.
Realitas di berbagai daerah menunjukkan bahwa korupsi tidak hanya terjadi di level atas, tetapi juga merambah ke wilayah kecil seperti pengelolaan dana desa, proyek infrastruktur, maupun pelayanan publik.
Bahkan di wilayah seperti Kendari dan beberapa kabupaten di Sultra, publik kerap mempertanyakan transparansi pelaksanaan anggaran.
Inisiatif seperti yang dilakukan Pemprov Sultra ini memberi pesan penting bahwa reformasi birokrasi harus dimulai dari kesadaran untuk dibimbing, dikontrol, dan dievaluasi.
Pendekatan ini bukan sekadar formalitas, melainkan bentuk tanggung jawab moral dan administratif.
Namun demikian, upaya ini tentu membutuhkan konsistensi. Karena pada akhirnya, pencegahan korupsi tidak hanya berhenti pada pertemuan dan kunjungan.
Ia harus diwujudkan dalam kebijakan nyata, sistem kerja yang bersih, dan pelayanan publik yang jujur dan terbuka.
Komentar