MK Putuskan Pemilu Nasional dan Daerah Dipisah: DPRD Sultra Sebut Implikasinya Luas

MK Putuskan Pemilu Nasional dan Daerah Dipisah: DPRD Sultra Sebut Implikasinya Luas
Ketua Komisi IV DPRD Sulawesi Tenggara (Sultra), H. Andi Muhammad Saenuddin (AMS) Foto: Mas’ud

TEGAS.CO., SULAWESI TENGGARA – Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengeluarkan putusan penting terkait sistem pemilu serentak di Indonesia. Melalui Putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024, MK mengabulkan sebagian permohonan Judicial Review Pasal 167 ayat (3) Undang-Undang Nomor 07 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, yang mengamanatkan pemisahan penyelenggaraan pemilu nasional dan daerah mulai tahun 2029.

Menanggapi putusan yang bersifat final dan mengikat ini, Ketua Komisi IV DPRD Sulawesi Tenggara (Sultra), H. Andi Muhammad Saenuddin (AMS), menegaskan bahwa keputusan MK ini akan memiliki implikasi struktural dan institusional yang luas.

Klik bennernyaE-katalog tegas.co v6 tahun 2025

“Putusan MK Nomor 135/PUU/XXII-2024 ini FINAL AND BINDING (mengikat untuk seluruh pihak),” jelas Andi Muhammad Saenuddin, yang juga seorang Alumnus Magister Kebijakan Publik (S2 MAP).

“Berimplikasi pada Struktural dan Institusional baik Partai Politik, Pemerintah dalam hal ini Depdagri, Komisi II DPR RI, Unsur Penyelenggara Pemilu maupun Kepala Daerah dan Legislatif Provinsi dan Kabupaten Kota,”tambahnya.

Menurut AMS, putusan MK ini menunjukkan keberhasilan lembaga yudikatif dalam menilai, menelaah, membedah, hingga menyimpulkan hasil evaluasi menyeluruh atas penyelenggaraan pemilu serentak 2024.

Hal ini diperkuat dengan data lengkap yang dimiliki MK dari berbagai gugatan dan sengketa Pilpres, Pileg, dan Pilkada serentak di tahun yang sama.

Sebagai seorang analis kebijakan publik, AMS menilai bahwa putusan ini mempertegas posisi strategis MK sebagai lembaga yudikatif yang berwenang memutuskan secara final dan mengikat.

“MK dapat pula menunjukkan Guided Line Based Pemilu Serentak yang ternyata harus dibagi 2 kategori,” ujarnya.

Pembagian kategori tersebut adalah: Pemilu Nasional: untuk Presiden, DPR RI dan DPD (diselenggarakan pada tahun 2029) dan Pemilu Daerah: untuk Gubernur, Bupati/Walikota serta DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota (diselenggarakan pada tahun 2031).

AMS menambahkan bahwa berbagai argumentasi di ruang publik terkait putusan ini bertujuan untuk menyatukan legitimasi atas penyelenggaraan pemilihan umum yang berkeadilan dan legitimatif untuk semua pihak.

Saat ini, semua pihak tengah menunggu proses pembahasan menuju revisi UU No. 07 Tahun 2017 agar lebih mengikat dan memiliki kepastian hukum sebagai referensi bagi penyelenggara pemilu, partai politik, dan pemerintah di semua tingkatan.

Detil Putusan MK: Mengakhiri “Pemilu Lima Kotak”

Sebelumnya, dalam sidang pengucapan putusan yang digelar pada Kamis, 26 Juni 2025 di Ruang Sidang Pleno MK, Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa keserentakan penyelenggaraan pemilihan umum yang konstitusional adalah dengan memisahkan penyelenggaraan pemilihan umum anggota DPR, anggota DPD, dan presiden/wakil presiden (Pemilu nasional) dengan penyelenggaraan pemilihan umum anggota DPRD provinsi/kabupaten/kota serta gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan walikota/wakil walikota (Pemilu daerah atau lokal).

Dengan demikian, Pemilu serentak yang selama ini dikenal sebagai “Pemilu 5 (lima) kotak” tidak lagi berlaku.

Putusan ini didasarkan pada permohonan yang diajukan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).

Wakil Ketua MK Saldi Isra menjelaskan bahwa penentuan keserentakan ini bertujuan untuk mewujudkan pemilihan umum yang berkualitas serta memperhitungkan kemudahan dan kesederhanaan bagi pemilih dalam melaksanakan hak pilih sebagai wujud pelaksanaan kedaulatan rakyat.
MK juga mempertimbangkan bahwa pembentuk undang-undang belum melakukan perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) sejak Putusan MK Nomor 55/PUU-XVII/2019 yang diucapkan pada 26 Februari 2020. Secara faktual, pembentuk undang-undang saat ini sedang mempersiapkan upaya reformasi terhadap semua undang-undang yang terkait dengan pemilihan umum.

“Dengan pendirian tersebut, penting bagi Mahkamah untuk menegaskan bahwa semua model penyelenggaraan pemilihan umum, termasuk pemilihan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan walikota/wakil walikota yang telah dilaksanakan selama ini tetap konstitusional,” tegas Saldi Isra. Sumber

PUBLISHER: MAS’UD

Komentar