Example floating
Example floating
Iklan ramadhan 2024 arkam
Opini

Menakar Peran Negeri Mengatasi Covid-19

1106
×

Menakar Peran Negeri Mengatasi Covid-19

Sebarkan artikel ini

Oleh: Dewi Rohmah (Aktivis Muslimah)

Saat ini virus Covid-19 semakin meluas dan menjangkit warga dunia di 204 negara, termasuk Indonesia. Per 02 April 2020 saja jumlah kasus positif Corona di Indonesia sudah mencapai 1.790 orang, dimana jumlah pasien bertambah ratusan perhari. Virus Covid-19 akan menjangkit siapa saja tanpa memandang status sosial dan ekonomi, hal ini membuktikan bahwa sekaya apapun dan setinggi apapun jabatan seseorang, bila tidak waspada maka orang tersebut bisa menjadi korban virus Covid-19 ini. Virus Covid-19 sendiri memerlukan penanganan ektra cepat dan harus ekstra hati hati. Penanganan tersebut memerlukan tim medis handal dan dana yang sangat besar. Penanganan wabah ini mutlak memerlukan peran pemerintah.

Namun, harapan hanya tinggal harapan, itulah kata yang tepat untuk digunakan saat ini ketika masyarakat kalang kabut dengan urusan mencari nafkah, tim medis kalang kabut karena keperluan APD yang sangat terbatas padahal jumlah pasien terus bertambah. Kegeraman justru terlihat karena pemerintah abai dalam menangani virus Covid-19 ini. Dana yang dikeluarkan oleh pemerintah tidak cukup bahkan sangat kurang untuk mengatasi wabah ini, padahal pemerintah memiliki ratusan triliun dalam pembangunan ibu kota baru ditengah meluasnya wabah Covid-19. Ironisnya, wabah meluas dan kematian terus bertambah namun pemerintah tetap bersikukuh melanjutkan proses pembangunan perpindahan ibu kota baru tersebut.

Seperti yang disampaikan oleh Juru bicara kementerian koordinasi bidang Maritim dan Investasi, Jordi Mahardi menyebut tim dari kemenko maritim dan investasi, Kementerian BUMN dan kementerian keuangan terus melakukan komunikasi intens dengan calon investor dan mitra. Kementerian Pekerja Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), menyebut pembangunan ibu kota baru di Kalimantan Timur akan dimulai pada akhir tahun ini. Hal ini disampaikan Dirjen Cipta karya Kementerian PUPR Danis Sumadilaga di Jakarta. (OKEZONE.com, 25/032020).

Pemerintah saat ini tidak hanya dianggap abai tetapi juga lalai dalam menangani kasus Covid-19 dan dianggap tidak mementingkan urusan rakyatnya, mengapa? Tentu saja hal ini didasari oleh beberapa fakta: pertama, tingginya angka pertambahan korban positif Covid-19. Kedua, ketersediaan APD bagi perawat tidak terpenuhi sehingga dokter dan perawat banyak yang tumbang padahal tim medis merupakan garda terdepan untuk menyelamatkan korban Covid-19. Ketiga, masyarakat banyak yang melanggar kebijakan tetap di rumah untuk menghidupi keluarganya yang tidak dijamin oleh pemerintah.

Beberapa wilayah di Indonesia sendiri telah menghimbau masyarakat agar virus Covid-19 tidak menyebar pesat yaitu dengan cara social distancing dan lockdown. Masyarakat dihimbau agar tidak keluar rumah, tidak berkerumunan dan tidak berinteraksi dikhalayak umum bila tidak ada urusan yang mendesak. Memang benar banyak yang setuju mengenai kebijakan ini, namun disisi lain tidak sedikit yang kontra akan kebijakan tersebut. Hal ini dikarenakan masyarakat banyak yang bekerja setiap hari untuk mendapatkan uang yang ia gunakan untuk memenuhi kebutuhan perharinya. Apabila masyarakat dihimbau tetap berada didalam rumah sedangkan mereka tidak mendapatkan penghasilan, tentu saja hal ini akan menjadi permasalahan yang sangat besar dimana salah satunya adalah ketidakpatuhan akan kebijakan itu. Andai saja dengan adanya kebijakan yang pemerintah berikan dan di satu sisi pemerintah juga memenuhi kebutuhan pokok masyarakatnya, bisa dipastikan masyarakat akan dengan senang hati untuk mengikuti aturan pemerintah.

Jauh sebelum adanya virus Covid-19, pada zaman sahabat juga pernah terjadi tha’un yang melanda negeri Syam, dan Tha’un ini berhenti ketika kepemimpinan Amr bin Ash tampil dengan begitu cerdasnya memimpin negeri tersebut. Dengan berbagai pertimbangan, bliau menemukan cara untuk mengatasi wabah itu dengan menyuruh penduduknya berpencar dan tidak saling berkerumunan. Masyarakat pada waktu itu berpencar dan menempati gunung-gunung. Dan disaat para masyarakat pergi berpencar, maka pasien yang sakit akan di isolasi dan diobati secara gratis. Masyarakatnyapun dicukupi kebutuhan selama ia berpencar kegunung, sehingga wabahnya berhenti dan padam layaknya kobaran api yang tidak menemukan kayu bakar.

Belajar dari pengalaman yang pernah dilakukan pada masa kepemimpinan Amr bin Ash, selayaknya warga dan pemerintahan Indonesia melakukan hal serupa, yakni:

1. Melakukan karantina, seperti yang disampaikan didalam hadist Rasulullah SAW: “ jika kalian mendengar wabah melanda suatu negeri maka, jangan kalian memasukinya. Dan jika kalian berada didaerah itu janganlah kalian keluar untuk lari darinya.” (HR. Muslim & Bukhari)

Saat ini Negara-negara yang terkena wabah Covid-19 banyak yang menjalaninya meskipun ada Negara yang entah mengapa mengambil keputusan untuk tetap memasukan para turis dengan dalih mempertahankan perekonomian.

2. Memenuhi dan memberi fasilitas bagi tenaga medis yang merupakan tameng sekaligus aktor uatama dalam proses penanganan wabah Covid-19.

3. Memenuhi kebutuhan pokok masyarakatnya yang saat ini tidak bisa bekerja diluar rumah.

4. Bersabar, seperti sabda Rasulullah “Tha’un merupakan adzab yang ditimpakan kepada siapa saja yang Dia kehendaki. Kemudian Dia jadikan rahmat kepada kaum mukminin. Maka, tidaklah seorang hamba yang dilanda wabah lalu ia menetap di kampungnya dengan penuh kesabaran dan mengetahui bahwa tidak akan menimpanya kecuali apa yang Allah SWT tetapkan, baginya pahala orang yang mati syahid”. (HR. Bukhari & Ahmad).

5. Berbaik sangka kepada Allah dan berikhtiar untuk menghindari wabah Covid-19.

6. Banyak berdoalah kepada Allah agar selalu dilindungi dari segala penyakit dan musibah.

Sesungguhnya, setiap ada permasalahan pasti disana ada jawaban, begitu pula Allah tidak akan mencoba suatu kaum melainkan sesuai dengan kemampuannya. Mari kita sikapi pandemic Covid-19 ini dengan tidak abai dan selalu waspada tetapi juga tidak lebay dan panik luar biasa.

Waallahua’lam bi ash showab.