Example floating
Example floating
Sultra

Akibat Bullying Seorang Santri Berurusan Dengan Kepolisian

753
×

Akibat Bullying Seorang Santri Berurusan Dengan Kepolisian

Sebarkan artikel ini
Bukti Laporan Polisi

TEGAS.CO,. BAUBAU – Salah satu santri pondok pesantren Al-Amanah, Liabuku, kota Baubau, Sulawesi Tenggara (Sultra) harus berurusan dengan pihak Kepolisian. Pasalnya, santri yang berinisial, AA tersebut telah menganiaya adik kelasnya, Muhamad Alif Pratama hingga mengalami luka memar pada bagian pipi.

Akibat tindakannya tersebut, paman korban Hendra Hakim, melaporkan pelaku di Polres Baubau, Selasa (13/10/2020) dengan Nomor Laporan: LP/166/IX/Res.7.4/2020/Sultra/Res.Baubau.

Menurut Hendra, berdasarkan keterangan ponakannya, peristiwa tersebut terjadi pada Minggu, (11/10). Saat itu, korban Alif tengah bersiap sarapan di kamar asramanya sembari bercanda bersama kawan sekamar nya dengan menggunakan bahasa Indonesia. Sedangkan aturan yang diterapkan di pesantren, bahasa yang boleh digunakan saat berinteraksi wajib menggunakan bahasa Arab dan Inggris.

Mendengar mereka menggunakan bahasa Indonesia, salah satu senior yang diketahui adalah pelaku menghukum keduanya.

“Mereka disuruh memegang kedua pipinya dengan tangan sendiri kemudian adi menampar korban berkali-kali sampai sampai kedua pipi korban bengkak dan sebelah kanan lebam berwarna biru. Setelah itu Adi kembali memukul teman sekamar Alif yang lain dan pergi begitu saja,” tutur Hendra sembari menunjukan surat tanda laporannya.

Alif sempat menyembunyikan hal ini kepada keluarga lantaran takut akan kembali mendapat hukuman jika sikap seniornya ketahuan. Namun Alif akhirnya mengaku bila lebam di pipinya itu akibat tamparan dari seniornya.

“Jadi saat itu, dia (Alif) langsung minta keluar. Dia bilang tidak tahan karena ternyata budayanya disana begitu kapan salah sedikit di siksa,” tambahnya.

Sebelum diminta keluar, pihak keluarga sempat meminta pihak pondok untuk menyelesaikan persoalan ini secara internal. Namun pihak pesantren membantah bahwa tak ada kekerasan yang terjadi dalam pesantren.

“Pasti Alif tak akan mengaku di depan kepala sekolahnya karena takut. Lantas lebam biru di pipinya itu karena apa? Nah ini yang kami tidak terima makanya kami tempuh jalur hukum,” nilainya.

Menurutnya, Budaya kekerasan dalam dunia pendidikan dengan modus pengkaderan telah dihapus sejak dulu. Apalagi, para korban saat ini adalah anak yang masih terbilang muda untuk mendapat penyiksaan seperti itu. Sebab sikap kekerasan terhadap anak dapat mempengaruhi bahkan merusak mental anak. Apalagi proses pengkaderan seperti itu terjadi selama bertahun-tahun.

“Olehnya itu, salah satu pertimbangan kami melaporkan kejadian ini agar budaya kekerasan bisa hilang dari dunia pendidikan apalagi pada sebuah pondok pesantren yang notabenenya harus mengedepankan nilai-nilai Islam. Harapan kami hal ini bisa menjadi perhatian dari Departemen Agama dan seluruh pihak terkait agar melakukan evaluasi kembali sistem pendidikan yang ada di pesantren, utamanya pondok Al-Amanah ini,” harapnya.

Saat melaporkan hal itu, pihak kepolisian sempat berkata bahwa bakal meminta Komnas perlindungan anak dan perempuan memediasi persoalan ini agar budaya penyiksaan senioritas di dunia pendidikan tak terjadi lagi. Sebab para orang tua menitipkan anaknya di pondok pesantren dengan harapan untuk meningkatkan ahklak buah hatinya lebih baik. Bukan malah mendapat penganiayaan layaknya berada dalam sel tahanan.

Reporter : JSR

Editor : YA

error: Jangan copy kerjamu bos