
TEGAS.CO,. KENDARI – Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) kembali merilis beberapa indikator strategis terkait kondisi ekonomi dan sektor-sektor utama di Sultra Dalam siaran pers yang berlangsung di Kantor BPS Sultra pada Senin (03/03/2025).
Statistisi Ahli Madya BPS Sultra, Muh. Amin, menyampaikan perkembangan terbaru mengenai inflasi, nilai tukar petani (NTP), transportasi, ekspor, impor, serta luas panen dan produksi padi di daerah ini.
Data-data yang dirilis mencerminkan dinamika ekonomi yang terjadi di Sultra selama beberapa bulan terakhir. Beberapa indikator menunjukkan penurunan, seperti deflasi dan turunnya NTP, sementara sektor pertanian tetap menjadi salah satu tulang punggung ekonomi daerah.
Sulawesi Tenggara Alami Deflasi 0,22 Persen
Pada Februari 2025, Provinsi Sulawesi Tenggara mencatat deflasi sebesar 0,22 persen secara year on year (y-o-y). Deflasi ini menandakan adanya penurunan harga barang dan jasa di daerah tersebut dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun sebelumnya.
Kabupaten Konawe menjadi daerah dengan deflasi tertinggi, mencapai 1,54 persen. Deflasi dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti menurunnya permintaan terhadap barang dan jasa tertentu, penurunan harga komoditas utama, atau kebijakan ekonomi yang mempengaruhi daya beli masyarakat.
Meskipun deflasi dapat memberikan dampak positif bagi konsumen karena harga barang menjadi lebih murah, hal ini juga bisa menjadi indikator penurunan aktivitas ekonomi yang mempengaruhi pendapatan masyarakat, khususnya di sektor-sektor yang terdampak.
Nilai Tukar Petani (NTP) Turun 1,31 Persen
Pada Februari 2025, Nilai Tukar Petani (NTP) Sulawesi Tenggara tercatat sebesar 118,45, mengalami penurunan sebesar 1,31 persen dibandingkan bulan sebelumnya yang berada di angka 120,03.
NTP merupakan indikator kesejahteraan petani yang diperoleh dari perbandingan antara indeks harga yang diterima petani (IT) dengan indeks harga yang dibayar petani (IB). Jika NTP mengalami penurunan, berarti biaya produksi dan konsumsi rumah tangga petani meningkat lebih besar dibandingkan dengan pendapatan yang mereka peroleh.
Penurunan NTP ini dapat menjadi tanda bahwa petani menghadapi tantangan dalam memperoleh keuntungan yang layak dari hasil panennya. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi NTP antara lain fluktuasi harga komoditas pertanian, biaya produksi yang meningkat, serta akses pasar yang terbatas.
Perkembangan Ekspor dan Impor, Penurunan Dibanding Bulan Sebelumnya
Sektor perdagangan internasional juga mengalami dinamika yang cukup signifikan. Pada Januari 2025, nilai ekspor Sulawesi Tenggara tercatat sebesar US$309,07 juta mengalami penurunan sebesar 2,89 persen dibandingkan dengan Desember 2024 yang mencapai US$318,26 juta.
Sementara itu, nilai impor Sulawesi Tenggara mengalami penurunan yang lebih tajam. Pada Januari 2025, nilai impor tercatat US$87,69 juta, turun sebesar 32,14 persen dibandingkan Desember 2024. Jika dibandingkan dengan Januari 2024, impor mengalami penurunan hingga 50,14 persen.
Penurunan ekspor dan impor ini bisa disebabkan oleh berbagai faktor, seperti fluktuasi harga komoditas di pasar global, kebijakan perdagangan, serta permintaan dari negara mitra dagang. Bagi perekonomian Sulawesi Tenggara, ekspor menjadi salah satu sektor yang penting, terutama untuk komoditas unggulan seperti nikel dan hasil perkebunan.
Jumlah Penumpang Angkutan Udara Menurun 13,19 Persen
Mobilitas masyarakat melalui jalur udara juga mengalami penurunan. Data BPS menunjukkan bahwa jumlah penumpang yang berangkat menggunakan angkutan udara di Sulawesi Tenggara pada Januari 2025 mengalami penurunan 13,19 persen dibandingkan bulan sebelumnya.
Penurunan jumlah penumpang ini bisa disebabkan oleh berbagai faktor, seperti kondisi ekonomi yang mempengaruhi daya beli masyarakat untuk bepergian, kebijakan tarif maskapai, serta faktor musiman yang mempengaruhi mobilitas penduduk.
Produksi Padi dan Beras Tahun 2024
Di sektor pertanian, luas panen padi di Sulawesi Tenggara sepanjang tahun 2024 tercatat sebesar 130,00 ribu hektare dengan total produksi padi mencapai 555,84 ribu ton gabah kering giling (GKG). Jika dikonversikan menjadi beras untuk konsumsi pangan penduduk, produksi beras sepanjang tahun 2024 mencapai 319,21 ribu ton.
Produksi padi yang cukup tinggi ini menjadi indikasi bahwa sektor pertanian di Sulawesi Tenggara masih memiliki peran penting dalam ketahanan pangan daerah. Namun, tantangan seperti perubahan iklim, akses pupuk, dan kebijakan pertanian tetap menjadi faktor yang perlu diperhatikan untuk menjaga stabilitas produksi ke depan.
Penulis : Amran solasi
Publisher : Dion
Komentar