Example floating
Example floating
Berita UtamaHukumOpini

Legal Opinion: Urgensi Konstatering Eksekusi Pengadilan

×

Legal Opinion: Urgensi Konstatering Eksekusi Pengadilan

Sebarkan artikel ini
Legal Opinion: Urgensi Konstatering Eksekusi Pengadilan
MAS’UD, SH., C.M.L.C (Wartawan senior)

Legal Opinion: Urgensi Konstatering Eksekusi Pengadilan

OLEH: MAS’UD, SH., C.M.L.C (Wartawan senior)

Opini Hukum ini disusun untuk menganalisis secara yuridis kedudukan dan urgensi prosedural proses Konstatering (pemeriksaan dan pencocokan objek di lapangan) dalam kerangka eksekusi putusan pengadilan. Sebagaimana diketahui, putusan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) wajib dilaksanakan, terutama dalam sengketa benda tidak bergerak seperti tanah. Namun, implementasi eksekusi seringkali terganjal ketidaksesuaian antara deskripsi hukum dalam putusan dengan fakta fisik di lapangan.

Analisis ini bertujuan memberikan pandangan hukum mengenai fungsi Konstatering sebagai prasyarat mutlak yang menjembatani kepastian hukum dan keadilan prosedural, sekaligus mengidentifikasi implikasi hukum fatal, termasuk risiko pembatalan eksekusi dan tuntutan Derden Verzet, apabila proses vital ini diabaikan atau dilakukan secara tidak cermat oleh aparat peradilan.

Eksekusi putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) merupakan tahap kritis dalam proses peradilan perdata.

Kegagalan pada tahap ini akan mereduksi putusan menjadi sekadar “dokumen mati”. Salah satu prosedur fundamental untuk memastikan keabsahan dan kelancaran eksekusi, khususnya untuk objek benda tidak bergerak seperti tanah, adalah Konstatering.

Opini hukum ini akan menganalisis kedudukan, tujuan, dan implikasi hukum dari proses Konstatering.

Duduk Perkara

Konstatering adalah tindakan pemeriksaan dan pencocokan secara langsung di lapangan oleh pejabat pengadilan untuk memastikan kesesuaian mutlak antara objek fisik yang akan dieksekusi dengan deskripsi objek yang tercantum dalam amar putusan pengadilan.

Meskipun istilah “Konstatering” lebih merupakan terminologi praktik peradilan, landasan kewenangannya bersumber dari ketentuan mengenai eksekusi dalam HIR/RBg.

Proses ini dilaksanakan berdasarkan Penetapan Ketua Pengadilan Negeri yang memerintahkan dilakukannya eksekusi, yang merupakan turunan dari kewenangan pengadilan untuk melaksanakan putusannya sendiri.

Dasar hukum

Konstatering dalam sengketa agraria adalah pencocokan antara objek sengketa dengan putusan pengadilan, meliputi lokasi, luas, batas tanah, serta kondisi di atasnya. Pencocokan ini dilakukan oleh juru sita pengadilan atas perintah hakim, panitera, atau ketua pengadilan.

Kewenangan ini dapat dialihkan kepada juru ukur Badan Pertanahan Nasional (BPN), sesuai dengan Pasal 74A Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN No. 16 Tahun 2021, yang merupakan perubahan ketiga atas Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN No. 3 Tahun 1997 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah.

Berikut adalah beberapa dasar hukum agraria di Indonesia yang terkait dengan sengketa pertanahan:

1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA):

UUPA menjadi dasar hukum utama dalam pengaturan agraria dan mengakui hak atas tanah bagi perorangan dan badan hukum. UUPA mengatur berbagai jenis hak atas tanah, seperti Hak Milik, Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan (HGB), dan Hak Pakai.

2. Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri Agraria:

Mengatur lebih lanjut mengenai pendaftaran tanah, tata cara sertifikasi, serta mekanisme penyelesaian sengketa tanah.

3. Undang-Undang Cipta Kerja:

Undang-undang ini mengubah beberapa ketentuan dalam UUPA, termasuk kemudahan investasi dalam bidang pertanahan.

4. Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN No. 11 Tahun 2016: Peraturan ini mengatur tentang penyelesaian kasus pertanahan, membedakan antara sengketa tanah dan konflik tanah berdasarkan dampaknya. Sengketa tanah tidak berdampak luas, sedangkan konflik tanah cenderung berdampak luas.

Pendapat Hukum

Konstatering dalam sengketa tanah merupakan tahapan krusial dalam proses eksekusi putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde). Secara esensial, konstatering adalah tindakan pencocokan dan identifikasi objek sengketa di lapangan dengan deskripsi yang tercantum dalam putusan pengadilan.

Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa eksekusi dilaksanakan secara tepat dan sesuai dengan amar putusan, sehingga tidak menimbulkan sengketa baru atau ketidakadilan bagi pihak-pihak yang terlibat.

Aspek Hukum yang Mendasari Konstatering:

1. Pasal 195 HIR (Herzien Inlandsch Reglement) / Pasal 206 RBg (Rechtsreglement voor de Buitengewesten): Pasal ini memberikan landasan hukum bagi pelaksanaan eksekusi putusan pengadilan, termasuk tindakan konstatering sebagai bagian dari proses tersebut.

2. Pasal 74A Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN No. 16 Tahun 2021: Mengatur tentang penugasan juru ukur BPN dalam membantu pelaksanaan konstatering, menunjukkan adanya koordinasi antara pengadilan dan BPN dalam penyelesaian sengketa tanah.

3. Yurisprudensi Mahkamah Agung: Putusan-putusan MA seringkali menekankan pentingnya konstatering yang cermat dan akurat dalam proses eksekusi sengketa tanah.

Tahapan Konstatering

1. Penetapan Pengadilan:

Dimulai dengan penetapan dari Ketua Pengadilan Negeri atau Pengadilan Agama yang berwenang.

2. Pemberitahuan:

Pihak-pihak terkait diberitahu mengenai jadwal pelaksanaan konstatering.

3. Pelaksanaan di Lapangan:

Tim dari pengadilan akan turun ke lokasi sengketa untuk melakukan pencocokan data dan kondisi fisik objek.

4. Pembuatan Berita Acara:

Hasil konstatering dituangkan dalam berita acara yang ditandatangani oleh semua pihak yang hadir.

Tujuan Konstatering

– Mengumpulkan bukti-bukti fisik terkait harta atau objek yang disengketakan
– Mengetahui kondisi dan spesifikasi harta atau objek sengketa
– Mengidentifikasi kepemilikan dan penguasaan harta atau objek sengketa
– Memfasilitasi proses pembagian yang adil dan sesuai dengan hukum
– Meminimalisir terjadinya sengketa di kemudian hari.

Analisis hukum

Konstatering adalah pencocokan batas-batas tanah sengketa yang tertera pada berkas perkara dengan keadaan di lapangan, mencatat perubahan batas-batas tanah dalam keadaan terakhir, serta mencatat subjek yang menguasai objek sengketa dalam keadaan terakhir.

Implikasi Hukum

1. Kepastian Hukum:

Memberikan kepastian hukum mengenai objek sengketa, sehingga mengurangi potensi sengketa baru.

2. Eksekusi Putusan:

Memudahkan pelaksanaan eksekusi putusan pengadilan, karena objek yang akan dieksekusi telah jelas dan teridentifikasi.

3. Alat Bukti:

Berita acara konstatering dapat digunakan sebagai alat bukti yang sah di pengadilan.

Permasalahan yang Mungkin Timbul

1. Ketidaksesuaian Data: Perbedaan antara data dalam berkas perkara dengan kondisi di lapangan.

2. Perlawanan Pihak Terkait: Salah satu pihak menghalangi atau tidak bersedia hadir dalam proses konstatering.

3. Perubahan Objek Sengketa: Objek sengketa telah mengalami perubahan fisik sejak awal sengketa terjadi.

Kesimpulan

Konstatering dalam sengketa tanah adalah proses penting untuk memberikan bukti-bukti objektif terkait objek sengketa dengan mencocokkan batas-batas tanah yang tertera pada berkas perkara dengan keadaan di lapangan.

Konstatering mencatat perubahan batas-batas tanah dalam keadaan terakhir dan mencatat siapa yang menguasai objek sengketa saat itu.

Dengan melaksanakan konstatering secara cermat, diharapkan sengketa tanah dapat diselesaikan lebih efektif dan memberikan kepastian hukum terhadap objek sengketa.

Sumber data dari berbagai reperensi terpercaya

Example 120x600