tegas.co.ACEH TIMUR – Kapolres Aceh Timur AKBP Rudi Purwiyanto, S.I.K, M. Hum di laporkan di Propam Mabes Polri olerh tim kuasa hukum Rudwan Abu Bakae (Nektu) yang di duga tidak netral dalam Pilkada Aceh Timur beberapa waktu lalu.

Kapolres AKBP Rudi Purwiyanto menyikapi dengan santai terkait atas laporan tersebut. Menurutnya, siapa saja dan ke mana saja melapor itu hak mereka, namun jangan tebar fitna, “Hanya orang yang tidak beragama yang suka menebar fitnah,”Ujar Kapolres padategas.coKamis (02/03).
Dikatakanya, bila tindakan Kapolres Aceh Timur di kantor Komisi Independen Pemiliha (KIP) yang meminta Formulir C1 untuk dibawa ke kantor Panwaslih bisa merugikan pihak Pasangan Calon (Paslon) Nomor Urut 1 dan menguntung Paslon Nomor Urut 2, silahkan dibuktikan.
“Bila menguntungkan Paslon Nomor Urut 2, di TPS mana ada penambahan suara untuk Paslon Nomor Urut 2 dan bila merugikan Paslon Nomor Urut 1, di TPS mana ada pengurangan suara untuk Paslon Nomor Urut 1”Katanya.
Perlu diingat bahwa setiap Paslon Bupati-Wakil Bupati dalam Pemilukada yang dibutuhkan suara rakyat terbanyak untuk ditetapkan menjadi Bupati-Wakil Bupati.
“Selanjutnya bila ada dugaan pelanggaran dalam Pemilukada, siapa yang diberi wewenang untuk melakukan klarifikasi terkait pelanggaran tersebut. Panwaslih atau KIP,”Tanya perwira dua bunag melatih di pundak itu.
Dijelaskanya, peristiwa yang terjadi pada tanggal 16 Februari 201 lalu ada dugaan pelanggaran sebagai berikut: pertama, waktu malam hari, Ketua KIP Aceh Timur diduga meminta Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) Rantau Peureulak untuk membawa Formulir C1 berhologram ke kantor KIP; kedua, data Formulir C1 berhologram diduga dirubah di kantor KIP dan ketiga Ketua PPK Rantau Peureulak diduga membongkar kotak suara tanpa ada saksi maupun pihak lain.
Dalam peristiwa tersebut hal yang harus dibuktikan adalah; Apakah betul Formulir C1 yang dibawa oleh PPK Ranto Peureulak ke kantor KIP adalah Formulir C1 berhologram; Apakah betul Formulir C1 berhologram sudah dirubah dan Apakah betul ketua PPK Rantau Peurlak membuka kotak suara tanpa saksi atau pihak lain. “Dengan ada permasalahan tersebut, siapa yang berwenang mengklarifikasi Panwaslih atau KIP. Itu yang harus diluiruskan,”Jelasnya.
Ditambahkan, formulir C1 adalah rekapan surat suara yang ada dalam kotak suara. Setiap saksi Paslon di TPS sudah diberi salinan FormulirC1. Sementara KIP menginput data suara ke dalam Desk KPU berdasarkan Formulir C1 yang dibuat oleh KPPS dibuat di setiap TPS dan ditandatangani oleh setiap saksi Paslon saat di TPS.
“Bila ada perubahan data, seharusnya Paslon tahu di TPS pada saat sidang pleno, mana yang sudah berubah data tersebut, di mana letak perbedaannya. Karena Desk KPU bisa dibuka dan dilihat oleh siapapun termasuk paslon. Bila ada perubahan data suara, seharusnya Paslon atau saksi tunjukkan,”Tambahnya.
Terkait tuduhan terhadap Kapolres yang melakukan “pembiaran” terhadap massa PA sekitar 500 orang berada di kantor KIP, itu adalah fitnah. Bila Kapolres Aceh Timur melakukan pembiaran, maka Kapolres tidak perlu datang ke kantor KIP. Kira-kira apa yang akan terjadi bila Kapolres tidak datang ke kantor KIP.
Sedangkan massa dari PA sangat banyak pada saat itu. Apakah kantor KIP masih utuh atau data Formulir C1 masih lengkap?
Kapolres Aceh Timur mendatangi kantor KIP karena mendapat laporan dari Kapolsek Rantau Peureulak terkait berkumpulnya massa PA di Kantor KIP. Kedatangan Kapolres Aceh Timur ke kantor KIP dalam rangka membubarkan massa PA tersebut. Terkait tehnis pembubaran massa itu ada tahapannya yang dimulai dengan tahapan persuasif dilanjutkan dengan tahapan represif. “Bila massa dapat dibubarkan dengan tindakan persuasif, kenapa mesti harus menggunakan tindakan represif dengan pasukan,”Terangnya mengeaskan.
ROBY SINAGA / HERMAN