Example floating
Example floating
Iklan ramadhan 2024 arkam
Berita UtamaButonHukum

Kasus Gratifikasi Mantan Komisioner KPU Buton Terkuak

1397
×

Kasus Gratifikasi Mantan Komisioner KPU Buton Terkuak

Sebarkan artikel ini
Kasus Korupsi Mantan Komisioner KPU Buton Terkuak
Kuasa Hukum PC IMM Kabupaten Buton, Apri Awo SH, saat menunjukan hasil putusan Pengadilan Tipikor Pengadilan Negeri Kelas 1a Kendari. FOTO: SUPARMAN

tegas.co., BUTON, SULTRA – Kasus tindak pidana korupsi (Tipikor) yang menimpa salah satu mantan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara, tahun 2011-2016, Sumarno SE, terkuak.

Kuasa Hukum Pimpinan Cabang Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (PC IMM) Buton, Apri Awo SH menjelaskan, terkuaknya kasus ini berdasarkan putusan pengadilan Tipikor Kelas 1a Kendari dengan putusan Nomor 06/pid.tipikor/2013/PN.KDI atas nama terdakwa Sumarno SE mantan Komisioner KPU Buton, yang divonis oleh hakim karena terbukti secara sah dan meyakinkan menerima gratifikasi.

“Karena waktu itu Sumarno sebagai penyelenggara negara dalam hal ini anggota Komisioner KPU Buton, periode 2011-2016. Dan gratifikasinya dari beberapa tim sukses salah satu pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Buton H. La Uku dan Dani,” jelas Apri Awo, saat konferensi pers di salah satu tempat di Kecamatan Pasarwajo, Kabupaten Buton, Rabu (20/02/2019).

Lanjut kata dia, yang menjadi polemik saat ini khususnya dalam kaca mata hukum adalah ada asas berdasarkan UUD 1945 Pasal 28 dimana setiap orang memiliki hak dan kedudukan yang sama di mata hukum. Jadi dalam proses penegakan hukum semestinya harus ada keadilan antara penerima yakni Sumarno dan pemberi.

“Dalam kasus ini konsep gratifikasi yang di dakwakan kepada Sumarno berarti dia sebagai penerima, berarti ada tanda tanya pemberinya siapa,” ujarnya, Rabu (20/02/2019).

Namun faktanya, sejak tahun 2013 lalu hingga 2019 ini sudah enam tahun berlalu pemberinya seolah-olah kebal hukum. Hal itulah yang akan coba diungkap supaya antara pemberi dan penerima sama di mata hukum karena pemberinya selama ini tidak sama sekali disentuh hukum.

“Contoh dibeberapa banyak kasus yang terjadi seperti kasus suap mantan Bupati Buton Samsu Umar Abdul Samiun, ketika penerima dalam hal ini mantan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Muchtar divonis maka pemberinya juga ikut serta diadili di mata hukum, dalam hal ini mantan Bupati Buton,” paparnya.

“Artinya antara pemberi dan penerima sama perlakuannya di mata hukum. Namun berbeda dengan kasus ini, ada apa sebenarnya. Kami mempertanyakan penegakan hukum yang mempunyai kompeten. Namun kami juga tidak bisa menjastifikasi lebih lanjut bahwa mereka lemah karena siapa tahu mereka tidak tahu menau terhadap kasus ini,” sambungnya.

Oleh sebab itu, dalam waktu dekat, berkas putusan ini akan menjadi bahan laporan dan bukti awal permulaan untuk ditindak lanjuti mencari siapa dalang pemberi ini. Secara hukum jika ada penerima yang diproses hukum tidak terbukti maka tidak ada gratifikasi.

“Dalam rumus korupsi atau tipikor itu tidak ada tunggal, ketika dia menerima gratifikasi berarti ada pemberi. Kan ini lucu yang menerima saja yang diproses hukum, terus yang memberi mereka tidak diproses hukum ada apa,” tanyanya.

Dikatakannya, mereka ini dalam UU Tipikor Pasal 5 bahwa pemberi akan dipidana minimal satu tahun dan maksimal lima tahun. Sebab mereka adalah pemberi kepada penyelenggara negara. Berdasarkan fakta hukum yang ada, untuk saat ini pihaknya belum bisa menyampaikan siapa oknum-oknum yang terlibat/pemberi.

“Nanti kita tunggu pada saat laporan resminya maka jelas terlapornya akan kami ungkap. Intinya, ada empat orang dan mereka adalah tim salah satu Paslon Bupati dan Wakil Bupati Pemilu tahun 2011-2016 lalu. Karena mereka pada fakta-fakta persidangan pernah memberikan sejumlah uang kepada mantan anggota Komisioner KPU Buton, Sumarno,” katanya.

Dan sudah terbukti dia menjalani proses hukum dan divonis oleh hakim tipikor 1 tahun 3 bulan. Serta kejadian penyuapan itu pernah satu kali di Hotel Klasik Jakarta 9 Juli tahun 2011 dan 11 Juli tahun 2011 di belakang SDN Lamangga, Kota Baubau. Total keseluruhan uang yang diberikan baik itu di Jakarta maupun di SD Lamangga berjumlah lebih kurang Rp90 juta. Dan terkait kasus ini kami tidak main-main dimana kami akan menyambangi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Jakarta, untuk memintah keadilan hukum,” tandasnya.

KONTRIBUTOR: SUPARMAN
PUBLISHER: SALAMUN SOFIAN

error: Jangan copy kerjamu bos