Example floating
Example floating
Iklan ramadhan 2024 arkam
Opini

Buah Penyesalan bagi Kekuasaan yang Tidak Amanah

742
×

Buah Penyesalan bagi Kekuasaan yang Tidak Amanah

Sebarkan artikel ini
Hera (Ibu Rumah Tangga)
Hera (Ibu Rumah Tangga)

TEGAS.CO., NUSANTARA – Kekuasaan lahir dari naluri mempertahankan diri yang ada dalam diri manusia. Ia akan menjadi fitnah jika tidak dilandasi kepada agama (syariah Islam). Di negara yang menerapkan sistem sekuler termasuk negeri ini, banyak orang berlomba-lomba untuk meraih dan atau mempertahankan kekuasaan tanpa memedulikan halal dan haram. Kekuasaan pun dijadikan alat untuk kepentingan diri sendiri atau golongan dibandingkan kepentingan dan kemaslahatan rakyat.

Diantara keinginan hawa nafsu adalah ambisi kekuasaan. Dimana ambisi ini wajar muncul tetapi bukan berarti harus dituruti. Karena hawa nafsu sering memerintahkan kepada keburukan, maka Islam telah mengajarkan untuk menata dan mengendalikannya  sesuai petunjuk Allah Swt.

Pilkada dan Pilpres merupakan salah satu contoh ambisi banyak orang atas kekuasaan. Banyak orang yang bersaing dan melakukan berbagai cara untuk meraih kekuasaan. Bagi yang petahana banyak yang berambisi untuk mencalonkan diri   yang  kedua kalinya. Termasuk belakangan mencuat ide agar masa jabatan presiden dibuat tiga periode.

 

Tentang kondisi ini, Rasulullah saw. telah mengingatkan kita di dalam hadisnya: Sungguh kalian akan berambisi terhadap kepemimpinan/(kekuasaan), sementara kepemimpinan(kekuasaan) itu akan menjadi penyesalan dan kerugian pada Hari Kiamat kelak. Alangkah baiknya permulaannya dan alangkah buruknya kesudahannya (HR. al-Bukhari, an-Nasa’i dan Ahmad).

Imam ash-Shan’ani di dalam Subul as-Salam menjelaskan hadis ini bahwa Nabi saw. melarang meminta al-Imarah (kepemimpinan/kekuasaan). Alasannya, kekuasaan itu bisa memberikan kekuatan kepada orang yang sebelumnya lemah dan tidak memiliki kemampuan.

Jiwa yang kasar dan cenderung pada keburukan bisa mengambil semua itu, lalu kemudian kekuasaan tersebut dijadikan wasilah untuk balas dendam  kepada orang yang dia anggap musuh. Tapi kepada teman dan para pendukungnya akan ia perhatikan. Di samping itu kekuasaan hanya untuk mewujudkan tujuan-tujuan rusak, yang akan berakibat tidak baik dan tidak akan selamat. Jadi  dalam kondisi demikian, yang lebih utama adalah kekuasaan/al-imarah tidak diminta.

Berdasarkan hadis di atas, kekuasaan dan jabatan itu jelas merupakan amanah. Akan   menjadi penyesalan dan kerugian di akhirat kelak bagi pemangkunya kecuali jika dia berlaku adil, mendapatkan kekuasaan dengan benar serta menunaikan kekuasaannya dengan amanah.

Diantara sifat-sifat pemimpin yang adil yang dicintai oleh Allah Swt. dan umat  adalah menjalankan hukum-hukum Allah Swt. dalam ibadah, muamalah, hukum-hukum ekonomi Islam (kepemilikan, pengelolaan kekayaan milik umum, keuangan negara), hukum peradilan dan pidana Islam (hudud, jinayat, ta’zir maupun mukhalafah), hukum-hukum politik luar negeri dsb. Kemudian menunaikan amanah riayah yakni memelihara semua urusan umat seperti menjamin pemenuhan kebutuhan pokok (sandang, pangan, papan bagi tiap individu warga negara), menjamin pemenuhan pendidikan, kesehatan dan keamanan secara cuma-cuma serta melindungi rakyat dari berbagai gangguan dan ancaman. Dalam memelihara urusan rakyat, penguasa hendaklah seperti pelayan terhadap tuannya.

Peringatan Rasul saw. kepada penguasa dan pemimpin yang tidak amanah/khianat dan zalim adalah pemimpin jahat (HR at-Tirmidzi), pemimpin yang dibenci oleh Allah Swt., dibenci oleh rakyat dan membenci rakyatnya (HR Muslim), pemimpin yang bodoh ( imaratu as-sufaha ) yakni pemimpin yang tidak menggunakan petunjuk Rasul dan tidak mengikuti sunnah beliau (HR Ahmad), penguasa al-huthamah, yakni yang jahat dan tidak memperhatikan kepentingan rakyatnya (HR Muslim), penguasa yang menipu (gashin) rakyat (HR al-Bukhari dan Muslim). Rasul saw. pun memperingatkan agar tidak mengangkat pejabat orang yang tidak layak, sementara ada yang lebih layak, atau lebih mengutamakan orang yang disukai dan orang dekat (HR Ahmad dan al-Hakim).

 

Islam menghendaki agar kekuasaan digunakan untuk melayani Islam, sebagaimana yang diminta oleh Rasulullah kepada Allah Swt. Berikanlah kepadaku dari sisi Engkau kekuasaan yang menolong (Tqs al-Isra’ [17] : 80 )

Imam Ibnu Katsir di dalam tafsirnya, mengutip Qatadah, menyatakan: Nabi saw. amat menyadari bahwa beliau tidak memiliki daya untuk menegakkan agama ini kecuali dengan kekuasaan. Karena itulah beliau meminta kekuasaan agar bisa menolong Kitabullah, menegakkan hudud Allah, menjalankan berbagai kefardhuan Allah dan menegakkan agama Allah

Alhasil, orientasi kekuasaan di dalam Islam hanyalah untuk melayani Islam dan kaum Muslim. Jadi yang harus diwujudkan oleh kaum Muslimin saat ini adalah kekuasaan yang menerapkan syariah Islam secara total, memelihara urusan dan kemaslahatan umat, menjaga Islam dan melindungi umat. Dengan kekuasaan seperti itu insya Allah akan menjadi kebaikan dan mendatangkan keberkahan bagi kita semua.

Wallahu a’lam bi ash-shawab.

 

Penulis: Hera (Ibu Rumah Tangga)

Editor: H5P

 

Terima kasih

error: Jangan copy kerjamu bos